MAKALAH
SEJARAH
(KESULTANAN
BANTEN)
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Agama dan
kebudayaan Islam berpengaruh besar terhadap cara hidup, pola pikir, dan budaya
bangsa Indonesia. Dengan adanya pengaruh agama Islam, kota-kota pantai tumbuh menjadi
sebuah kesultanan-kesultanan. Perkembangan Islam di kerajaan-kerajaan dan
perkembangan Islam di Indonesia ditandai dengan
munculnya kesultanan-kesultanan yang bercora Islam seperti Kesultanan
Samudera Pasai, Aceh, Demak, Banten, Mataram, Goa-Tallo, Pajang, Malaka dan sebagainya.
B.
Rumusan
Masalah
1. Dimana
letak Kesultanan Banten?
2. Bagaimana
Kehidupan politik Kesultanan Banten?
3. Bagaimana
Kehidupan sosial Kesultanan Banten?
4. Bagaimana
kehidupan budaya Kesultanan Banten?
5. Bagaimana
kondisi sosial politik Kesultanan Banten?
6. Bagaimana
kebudayaan Kesultanan Banten?
7. Siapa
sultan yang pernah memerintah di Kesultanan Banten?
8. Bagaimana
puncak dari Kesultanan Banten?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
KESULTANAN BANTEN
1. Letak
Kesultanan
Dasar-dasar Kesultanan Banten diletakkan oleh
Hasanudin (putra fatahillah) dan mencapai kejayaannya pada masa pemerintahan
Sultan Ageng Tirtayasa. Perkembangan Kesultanan Banten yang demikian pesatnya,
tidak lepas dari posisinya yang strategisdi sekitar Selat Sunda.
Secara
geografis, Kesultanan Banten terletak di daerah Jawa Barat bagian utara. Kesultanan
Banten menjadi penguasa jalur pelayaran dan perdagangan yang melalui Selat
Sunda. Dengan strategi inilah, Kesultanan Banten berkebang menjadi sebuah
kesultanan besar di Jawa Barat dan bahkan menjadi saingan berat VOC ( Belanda )
yang berkedudukan di Batavia.
2.
Kehidupan Politik
Berkembangnya
Kesultanan Banten, tidak dapat dipisahkan dari peran raja-raja yang pernah
memerintah kesultanan banten, antara lain :
a.
Sultan Hasanudin
Setelah
Banten diislamkan oleh Fatahillah, daerah Banten diserahkan kepada putranya
yang bernama Hasanudin. Ia memerintah Banten dari tahun 1552-1570. Ia
meletakkan dasar-dasar pemerintahan Kesultanan Banten dan mengangkat dirinya
sebagai raja pertama. Pada masa pemerintahannya, agama islam dan kekuasaan Kesultanan
banten dapat berkembang dengan pesat.
Raja
hasanudin, juga memperluas wilayah kekuasaanya ke lampung. Dengan menduduki
daerah lampung, maka kesultanan Banten merupakaan penguasa jalur lalulintas
pelayaran perdaganggan selat sunda, sehingga setiap pedagang yang melewati
Selat Sunda diwajibkan untuk melakukan kegiatannya di Bandar Banten.
Raja Hasanudin kawin dengan putri
raja Indrapura. Bahkan raja Indrapura menyerahkan tanah selebar kepadanya.
Daerah itu banyak menghasilkan lada kepadanya. Di bawah pemerintahan raja
Hasanudin, Kesultanan Banten banyak dikunjungi oleh saudagar-saudagar dari
gujarat, Persia, Cina, Turki, Pegu (Burma Selatan), dan Keling.
b.
Panembahan Yusuf
Setelah wafatnya Raja Hasanudin
tahun 1570 M, putranya yang bergelar Panembahan Yusuf menjadi raja Banten
berikutnya. Ia berupaya untuk memajukan pertanian dan pengairan. Ia juga
berusaha untuk memperluas wilayah kekuasaan kesultanannya. Langkah-langkah yang
ditempuhnya antara lain, merebut Pakuan pada tahun 1579 M, dimana dalam
pertempuran tersebut raja Pakuan yang bernama Prabu Sedah Tewas. Kerajaan
Pajajaran yang merupakan benteng terakhir Kerajaan hindhu di Jawa Barat
berhasil dikuasainya. Setelah 10 tahun memerintah, Panembahan Yusuf wafat
akibat sakit keras yang dideritanya.
c. Maulana
Muhammad
Setelah Panembahan Yusuf wafat digantikan oleh
putranya yang baru berumur sembilan tahun bernama maulana Muhammad menjadi
sultan Banten dengan gelar Kanjeng Batu Banten. Mangkubumi menjadi wali raja.
Mangkubumi menjalankan seluruh aktivitas pemerintahan kerajaan sampai rajanya
siap untuk memerintah.
Pada
tahun 1596 M Kanjeng Ratu Banten memimpi pasukan kesultanan Banten untuk menyerang
Palembang. Tujuannya untuk menduduki bandar-bndar dagang yang terletak di tepi
selat Malaka agar bisa dijadikan tempat untuk mengumpulkan lada. Dan hasil bumi
lainnya dari Sumatra. Palembang akan dikuasainya, tetapi tidak berhasil, malah
Kanjeng Ratu Banten tertembak dan akhirnya wafat. Tahta kerajaan kemudian
berpindah kepada putranya yang baru berumur lima bulan yang bernama
Abu’Mufakir.
b. Abu’Mufakir
Abu’Mufakir
dibantu oleh wali kesultanan yang bernama Jayanegara. Akan tetapi, ia sangat dipengaruhi
oleh pengasuh pangeran yang bernama Nyai Emban Rangkung.
Pada tahun 1596
M itu juga untuk pertama kalinya orang Belanda tiba di Indonesia di bawah
pimpinan Cornelis de Houtman. Mereka berlabuh di pelabuhan Banten. Tujuan awal
mereka di Indonesia adalah untuk membeli rempah-rempah.
d.
Sultan Ageng Tirtayasa
Setelah wafat, Abu’Mufakir digantikan oleh putranya
dengan gelar Sultan Abu’Ma'ali Ahmad Rahmatullah. Tetapi berita tentang
pemerintahan Sultan ini tidak dapat diketahui dengan jelas. Setelah sultan
Abu’Ma’Ali wafat, ia digantikan oleh puteranya yang bergelar Sultan Ageng
Tirtayasa. Ia memerintah Banten dari tahun 1651-1692 M.
Dibawah pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa,
kesultanan Banten mencapai masa kejayaan. Sultan Ageng Tirtayasa berupaya
memperluas kerajaannya dan mengusir Belanda keluar dari Batavia. Kegagalan
kerajaan Mataram tidak mengurangi semangat Sultan Ageng untuk mencapai
cita-citanya.
Sultan Ageng Tirtayasa memajukan aktivitas
perdagangan agar dapat bersaing dengan Belanda di Batavia. Di samping itu, Sultan
Ageng Tirtayasa memerintahkan kepada pasukan Kesultanan Banten untuk mengadakan
perampokan terhadap Belanda di Batavia, sedangkan perkebunan tebu milik Belanda
di sebelah barat Ciangke dirusak oleh orang-orang Banten. Gerakan yang
dilakukan oleh orang-orang Banten atas perintah Sultan Ageng Tirtayasa telah
membuat Belanda kewalahan menghadapinya.
Pada tahun 1671 M Sultan Ageng Tirtayasa mengangkat
putra mahkota menjadi sultan pembantu denga gelar Sultan Abdul Kahar. Sejak
saat itu Sultan Ageng Tirtayasa beristirahat di Tirtayasa, akan tetapi ia melepaskan
pemerintahan seluruhnya. Pada tahun 1674 M, Sultan Abdul Kahar berangkat ke
Mekah dan setelah mengunjungi Turki ia kembali ke Banten (1676). Sejak saat itu
ia lebih dikenal dengan sebutan Sultan haji.
Ketika memerintah Kesultanan Banten, Sultan Haji
menjalin hubungan baik dengan Belanda. Ternyata hubungan ini dijadikan
kesempatan yang bagus oleh Belanda untuk memasuki Kesultanan Banten. Melihat
terjadinya hubungan antara Sultan Haji
dengan Belanda, Sultan Ageng Tirtayasa menarik kembali ke tahta kesultanannya,
sehingga terjadi perang saudara di Kesultanan Banten antara Sultan Ageng
Tirtayasa dengan putranya Sultan haji yang mendapat bantuan Belanda. Sultan
Ageng Tirtayasa berhasil ditangkap dan dipenjarakan di batavia hingga wafat
tahun 1692 M.
Kemenangan Sultan Haji merupakan kehancuran
Kesultanan Banten, karena selanjutnya Kesultanan Banten barada di bawah
pengawasan pihak Belanda. Dengan demikian, Sultan Haji hanyalah sebagai lambang
belaka (raja boneka) dalam pemerintahan Kesultanan Banten, karena seluruh
kekuasaan diatur oleh Belanda.
3. Kehidupan
Ekonomi
Kesultanan Banten terletak di ujung Pulau Jawa,
yaitu daerah Banten sekarang. Daerah Banten berhasil direbut dan diislamkan
oleh Fatahillah dan berkembang sebagai bandar perdagangan dan pusat penyebaran
Islam. Faktor-faktor pendukung berkembangnya Banten sebagai pusat kesultanan
dan pusat perdagangan antara lain sebagai berikut.
§ Banten
terletak di Teluk Banten dan pelabuhannya memiliki syarat sebagai pelabuhan
yang baik.
§ Kedudukan
Banten yang sangat strategis di tepi Selat Sunda, karena aktivitas pelayaran
perdagangan dari pedagang islam semakin ramai sejak Portugis berkuasa di
Malaka.
§ Banten
memiliki bahan ekspor penting, yaitu lada sehingga menjadikan daya tarik yang
kuat bagi pedagang-pedagang asing.
§ Jatuhnya
Malaka ke tangan Portugis mendorong pedagang-pedagang mencari jalan baru di
Jawa Barat di samping Cirebon.
Banten
yang cepat maju dikunjungi oleh pedagang-pedagang asing seperti pedagang
Gujarat, Persia, Cina, Turki, Pegu, (Birma atau Myanmar), Keling, Portugis dan
lain-lain. Di kota dagang Banten segera terbentuk perkampungan-perkampungan
menurut asal bangsa itu, seperti orang Keling, orang Arab atau orang yang telah
menganut agama Islam mendirikan Kampung Pekojan, orang Cina membentuk Kampung
Pecinan. Sementara pedagang Indonesia membentuk perkampungan sendiri di Kampung
Banda, Kampung Melayu, Kampung Jawa, dan
sebagainya. Disamping ada juga kampung yang dibentuk berdasarkan pekerjaan atau
fungsi penduduk seperti kampung Pande (untuk para pandai), Kampung Pajunan
(untuk membuat barang pecah belah), Kampung Kauman ( untuk para ulama).
Pasar tempat orang jual beli barang ekspor
impor terletak dekat pelabuhan, sedangkn untuk keperluan penduduk sehari-hari
pasarnya terletak di tengah kota. Barang-barang yang diperdagangkan menarik
perhatian bangsa-bangsa Eropa.
Pada mulanya bangsa Portugis datang di Bandar Banten,
ketika masih berkedudukan di Goa (India). Selanjutnya datang Bangsa Belanda
yang langsung dari negerinya. Namun, kedua bangsa itu saling bermusuhan di
Benua Eropa, sehingga kedatangan Bangsa Belanda di Banten, tidak disenangi oleh
bangsa Portugis. Akan tetapi Kesultanan Banten menerapkan sistem perdagangan bebas,
sehingga sistem monopoli yang dilakukan oleh Portugis mengalami kegagalan.
4.
Kehidupan Sosial
Sejak
daerah Banten diislamkan oleh Fatahillah, kehidupan masyarakat sosial secara
perlahan mulai berlandaskan ajaran-ajaran atau hukum-hukum yang berlaku dalam
agama Islam. Bahkan pengaruh islam semakin berkembangke daerah pedalaman
setelah Kesultanan Banten dapat mengalahkan kerajaan Hindhu Pajajaran.
Pendukung setia Kesultanan Pajajaran menyingkir ke pedalaman, yaitu daerah
Banten Selatan. Mereka ini dikenal sebagai Suku Baduy. Kepercayaannya disebut Pasundan Kawitan artinya Pasundan yang pertama. Mereka ini
mempertahankan tradisi-tradisi lama dan menolak pengaruh luara yang baru
Kehidupan
sosial Kesultanan Banten dibawah pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa meningkat
pesat, karena ia sangat memperhatikan kehidupan rakyat dan berusaha untuk
memajukan kesejahteraan rakyat. Usaha yang ditempuh Sultan Ageng Tirtayasa
adalah menerapkan sistem perdagangan bebas dan mengusir Belanda dari Batavia
walaupun gagal. Setelah pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa berakhir, kehidupan
sosial Kesultanan Banten semakin merosot karena Belada ikut campur dalam tata
pemerintahan Kesultanan Banten.
5.
Kehidupan Budaya
Banten
merupakan sebuah kesultanan dengan sistem kehidupan masyarakat yang berkecipung
dalam dunia pelayaran dan perdagangan. Tidak banyak dapat diketahui tentang
hasil karya budaya masyarakatnya. Dalam bidang seni bangunan Banten
meninggalkan seni bangunan Masjid Agung Banten (dibangun sekitar abad ke-16),
bangunan istana yang dibangun oleh Jan Lucas Cardeel ( seorang Belanda pelarian
dari Batavia yang menganut agama islam), dan bangunan gapura-gapura di Kaibon
Banten.
6.
Kondisi Sosial Politik Kesultanan
Kedatangan
pasukan Demak dibawah pimpinan Fatahillah ke kawasan yang dikuasai Kesultanan
Pajajaran tersebut selain untuk perluasan wilayah juga sekaligus penyebaran
agama Islam. Pemicu khusus serangan Demak ini adalah adanya kerja sama
Pajajaran bangsa Portugis dalam bidang ekonomi dan politik, yang dianggap
mengancam kedudukan Demak pasca kekalahan mereka mengusir bangsa Portugis dari
Malaka tahun 1513.
Sebelum menyerang Banten, konon
Fatahillah terlebih dahulu berkonsolidasi dengan mertuanya Syarif Hidayatulloh
yang saat itu diberi kekuasaan oleh Sultan Demak untuk memerintah Cirebon.
Pada 1522, pasukan Demak dan
Cirebon bergabung menuju Banten dibawah pimpinan Fatahillah dan Syarif
Hidayatulloh. Putra Syarif Hidayatullah bernama pangeran Sabakingkin, yang
kelak lebih dikenal dengan nama Maulana Hasanuddin, ikut serta. Pada tahun 1526
Banten berhasil direbut, termasuk Pelabuhan Sunda Kelapa yang waktu itu
merupakan pelabuhan utama Kesultanan Pajajaran (Kerajaan Sunda). Pelabuhan ini
kemudian diganti namanya menjadi Jayakarta. Penguasaan atas Jayakarta berhasil
menghambat gerak maju Bangsa Portugis baik dari segi politis maupun ekonomis.
Meski demikian, orang-orang Portugis masih tetap menyinggahi Pelabuhan
Jayakarta untuk kepentingan Niaga merica dengan orang-orang Cina yang tinggal di
Banten. Selanjutnya, pusat pemerintahan yang semula berkedudukan di Banten
Girang dipindahkan ke Surosoan, dekat pantai. Dilihat dari sudut ekonomi dan
politik, pemindahan pusat pemerintahan ini dimaksudkan untuk memudahkan
hubungan antara pesisir Sumatra sebelah barat melalui Selat Sunda dan Selat
Malaka. Situasai ini berkaitan pula
dengan situasi dan kondisi politik di Asia Tenggara. Pada masa itu, Malaka
telah jatuh di bawah kekuasaan Portugis, sehingga pedagang-pedagang ang enggan
berhubugan dengan Bangsa Portugis mengalihkan jalur perdagangannya ke Selat
Sunda. Sejak saat itulah semakin ramai kapal-kapal dagang mengunjungi Banten.
Atas penunjukan Sultan Demak, pada
tahun 1526 Maulana Hasanuddin diangkat sebagai adipati Banten . pada tahun
1552, Banten diubah menjadi kesultanan bawahan (semacam negara bagian) dari
Demak, dengan Maulana Hasanuddin sebagai pemimpinnya. Selain mulai membangun
benteng pertahanan di Banten, Maulana Hasanuddin juga melanjutkan perluasan
kekuasaan ke daerah penghasil lada di Lampung. Ia berperan dalam penyebaran
Islam di kawasan tersebut.
Seiring kemunduran Demak terutama
setelah meninggalnya Trenggana, Banten yang sebelumnya vassal (kerajaan
bawahan) Demak melepaskan diri dan menjadi kesultanan yang mandiri.
Kota Surosoan idirikan sebagai ibu
kota atas petunjuk Syarif Hidayatullah, dan Maulana Hasanuddin menjadi Sultan
pertama ( memerintah 1552-1570). Kendati demikian, Fatahillah tetap dianggap
sebagai peletak dasar Kesultanan Banten.
Setelah menjadi Kesultanan mandiri,
penguasanya menggunakan gelar Sultan, sementara dalam lingkaran istana terdapat
gelar pangeran ratu, pangeran adipati, pangeran Gusti, dan pangeran Anom yang
disandang oleh para pewaris. Pada pemerintahan Banten terdapat seseorang dengan
gelar Mangkubumi, kadi, patih, serta syahbandar dengan perannya masing-masing
dalam administrasi pemerintahan. Sementara pada masyarakat Banten terdapat
kelompok bangsawan yang digelari tubagus (ratu bagus), ratu atau sayid.
Golongan khusus lainnya yang yang mendapat kedudukan istimewa adalah kaum
ulama, pamong praja, serta kaum jawara.
Maulana Hasanuddin berandil besar
dalam meletakkan fondasi Islam di Nusantara. Hal ini dibuktikan dengan berbagai
bangunan peribadatan seperti masjid dan sarana-sarana pendidikan Islam seperti
pesantren. Ia juga dikenal sebagai sultan yang secara berkala mengirim mubalig
ke berbagai daerah yang telah dikuasainya. Penyebar luasan islam dan pembanguan
Banten itu di lanjutkan oleh para penerusnya. Pada masa jayanya, wilayah kekuasaan
kesultanan Banten meliputi Serang, Pandeglang, Lebak, dan Tangerang.
Maulana Yusuf, putra dari Maulana
Hasanuddin naik tahta pada tahun 1570 (memerintah 1570-1580). Ia melanjutkan
ekspansi Banten ke kawasan pedalaman Sunda dengan menakhlukan Pakuan Pajajaran
tahun 1579. Islam punmasuk ke wilayah pedalaman tersebut. Tetapi tidak semua
orang Pajajaran bersedia masuk Islam. Mereka yang tidak bersedia menyingkir ke
wilayah Banten Selatan. Banyak orang menganggap suku Baduy sebagai keturunan
mereka. Suku Baduy ini masih memeluk agama Pasundan wiwitan, yaitu agama nenek
moyang mereka hasil akulturasi antara agama Hindhu dan kepercayaan asli orang
Sunda
Ia digantikan oleh Maulana Muhammad
(memerintah 1580-1596). Karena usianya masih sangat muda, pemerintahan
dijalankan oleh semacam Dewan (disebut kali), yang terdiri atas badan
pengadilan dan empat orang menteri. Ketika sudah dewasa Maulana Muhammad
memimpin sendiri pasukannya untuk menyerang Palembang, daerah penghasil lada.
Serangan ini gagal, bahkan Maulana Muhammad sendiri tewas dalam pertempuran
itu. Pada akhir masa pemerintahannya kapal dagang berbendera Belanda yang
dipimpin oleh Cornelis De Houtman untuk pertama kalinya berlabuh di Banten
(1596).
Ia digantikan oleh putranya
Pangeran Ratu (memerintah 1596-1651). Sultan ini dikenal karena melakukan
hubungan diplomasi dengan negara-negara lain termasuk dengan raja Inggris,
James I tahun 1605 dan tahun 1629 dengan Charles I.
Pangeran Ratu digantikan oleh
Sultan Ageng Tirtayasa (memerintah 1651-1692). Pada masa pemerintahannya Banten
mengalami masa kejayaan. Sebagai Kesultanan maritim, Banten semakin
mengandalkan dan mengembangkan perdagangan. Monopoli atas lada di Lampung
menempatkan Banten sebagai pedagang perantara dan slah satu pusat niaga yang
penting. Hal ini tidak terlepas dari armada laut yang mengesankan, yang
dibangun mengikuti contoh armada laut di Eropa. Pada masa ini pula Banten
berusaha keluar dari tekanan VOC (Vereenigde Oostindische Cimpagnie), yang
sebelumnya memblikade kapal-kapal dagang
menuju Banten. Ia berusaha keras mengusir armada dagang Belanda dari Banten,
meski gagal.
Banten menerapkan cukai atas
kapal-kapal yang singgah ke Banten. Pemungutan ini dilakukan oleh syahbandar
yang berada di kawasan yang dinamakan
pabean.
Selain di bidang pelayaran
(perdagangan), Banten juga memperkenalkan pembukaan sawah di daerah pedalaman
seperti di Lebak. Naskah Sanghyang Siksa Kanda ng Karesian mengisahkan adanya
istilah pahuma (peladang), panggerek (pemburu), dan panyadap (penyadap). Ketiga
istilah ini jelas lebih mengacu pada sistem ladang, begitu juga dengan nama
peralatannya seperti kujang, patik, baliung, kored, dan sadap. Pada masa Sultan
Ageng pula pekerjaan pengairan besar dilakukan untuk menunjang pertanian.
Pada tahun 1671, Sultan Ageng mengangkat
Sultan Haji putranya sebagai Sultan muda (memerintah 1671-1686). Ia ditugaskan
untuk menjalankan pemerintahan sehari-hari,sementara Sultan Ageng Tirtayasa
bertindak sebagai penasehat dan pengawas. Berbeda dari ayahnya, Sultan Haji
cenderung membangun hubungan baik dengan Belanda. Belanda pun leluasa
memengaruhi kebijakan pemerintahannya. Sultan Ageng sangat kecewa,serta berniat
mencabut kekuasaan putranya itu. VOC memanfaatkan konflik ini dengan mendukung
Sultan Haji; alhasil, Sultan Ageng terpaksa menyingkir dari istana dan pindah
ke kawasan yang disebut Tirtayasa (1682), lalu kemudian mundur ke arah selatan
pedalaman sunda. Pada 14 Maret 1683 Sultan Ageng Ageng tertangkap lalu ditahan
di Batavia.
Dukungan VOC dibayar mahal; Banten
menyerahkan wilayah Lampung kepada VOC
pada 1682. Sultan Haji juga diwajibkan mengganti kerugian perang.
Pascamangkatnya Sultan Haji pada
1687, VOC semakin mencengkeram pengaruhnya di Banten, diantaranya
pengangkatan sultan Banten mesti
mendapat persetujuan dari gubernur jenderal Hindia-Belanda di Batavia. Kalangan
istana dan rakyat Banten kecewa karena lingkaran istana menyerah begitu saja
pada kesewenang-wenangan VOC. Perang saudara pun meletu secara sporadis, yang
membuat banten semakin mengalami kemunduran. Pada tahun 1808 Herman Willem
Daendels, Gubernur Jenderal Hindia Belanda.
Kesultanan Banten resmi dihapuskan
tahun 1813 oleh pemerintah kolonial Inggris. Pada tahun itu, Sultan Muhammad
bin Muhammad Muhyiddin Zainussalihin dilucuti dan dipakasa turun tahta oleh
Thomas Stamford Raffles. Peristiwa ini merupakan pukulan pamungkas yang
mengakhiri riwayat Kesultanan Banten.
Islam menjadi pilar Kesultanan.
Para ulama berpengaruh besar dalam
kehidupan masyarakat. Tarekat dan tasawuf berkembang baik, dan budaya
masyarakat pun menyerap Islam sebagai bagian dari hidup mereka. Beberapa
tradisi yang ada dipengaruhi oleh
perkembangan Islam di masyarakat terlihat misalnya pada kesenian bela diri
Debus. Sementara itu, kadi berperan penting dalam pemerintahan: selain bertanggung
jawab dalam penyelesaiannya sengketa rakyat di pengadilan agama, juga berperan
dalam menegakkan hukum Islam seperti hudud. Meski demikian, toleransi umat
beragama di Banten berkembang dengan baik. Komunitas tertentu diperkenankan
membngun sarana peribadatan. Sekitar tahun 1673, misalnya telah berdiri
beberapa klenteng di kawasan sekitar Pelabuhan Banten.
7.
Kebudayaan
Dalam
bidang kebudayaan, seni bangunan mengalami perkembangan. Beberapa jenis
bangunan yang masih tersisa, antara lain, Masjid Agung Banten, bangunan keraton
dan gapura-gapura.
LAMPIRAN
Masjid Agung Banten Benteng
Kaibon
Bendera
Kesultanan Banten, versi pelat Jepang tahun 1876. Hasil Kebudayaan
Peninggalan
Kesultanan Banten
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Pada makalah ini telah dijelaskan
tentang sejarah Kesultanan Banten dari awal mulai berdirinya sampai masa
keruntuhannya. Di makalah ini juga disebutkan bahwa Kesultanan Banten merupakan
salah satu kesultanan dari beberapa kesultanan lainnya yang
bercorak Islam di Pulau Jawa. Kesultanan
Banten berkebang menjadi sebuah kerajaan besar di Jawa Barat dan bahkan menjadi
saingan berat VOC ( Belanda ) yang berkedudukan di Batavia. Kesultanan Banten
telah beberapa kali mengganti kedudukan kesultanannya dengan beberapa
seorang Sultan yang harus bisa memimpin
Kesultanan Banten. Kesultanan Banten mencapai puncak kejayaannya pada masa
pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa. Kesultanan Banten resmi dihapuskan tahun 1813 oleh pemerintah kolonial Inggris.
DAFTAR PUSTAKA
Wurjantoro Edhie. 1996. Sejarah Nasional dan Umum 1. Jakarta :
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Badrika, I Wayan. 2006. SEJARAH. Jakarta : Penerbit Erlangga
KEMENDIKBUD. 2013. Sejarah Indonesia. Jakarta : Kemendikbud
Hapsari Ratna. 2014. Sejarah Indonesia. Jakarta : Penerbit
Erlangga
Thanks
BalasHapus