Senin, 22 Juni 2015

Kesultanan Banten



MAKALAH SEJARAH
(KESULTANAN BANTEN)     
 


BAB I
PENDAHULUAN

A.   Latar Belakang Masalah
Agama dan kebudayaan Islam berpengaruh besar terhadap cara hidup, pola pikir, dan budaya bangsa Indonesia. Dengan adanya pengaruh agama Islam, kota-kota pantai tumbuh menjadi sebuah kesultanan-kesultanan. Perkembangan Islam di kerajaan-kerajaan dan perkembangan Islam di Indonesia ditandai dengan  munculnya kesultanan-kesultanan yang bercora Islam seperti Kesultanan Samudera Pasai, Aceh, Demak, Banten, Mataram, Goa-Tallo, Pajang, Malaka dan sebagainya.

B.   Rumusan Masalah

1.      Dimana letak Kesultanan Banten?
2.      Bagaimana Kehidupan politik Kesultanan Banten?
3.      Bagaimana Kehidupan sosial Kesultanan Banten?
4.      Bagaimana kehidupan budaya Kesultanan Banten?
5.      Bagaimana kondisi sosial politik Kesultanan Banten?
6.      Bagaimana kebudayaan Kesultanan Banten?
7.      Siapa sultan yang pernah memerintah di Kesultanan Banten?
8.      Bagaimana puncak dari Kesultanan Banten?











BAB II
PEMBAHASAN
A.    KESULTANAN BANTEN
1.     Letak Kesultanan
Dasar-dasar Kesultanan Banten diletakkan oleh Hasanudin (putra fatahillah) dan mencapai kejayaannya pada masa pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa. Perkembangan Kesultanan Banten yang demikian pesatnya, tidak lepas dari posisinya yang strategisdi sekitar Selat Sunda.
Secara geografis, Kesultanan Banten terletak di  daerah Jawa Barat bagian utara. Kesultanan Banten menjadi penguasa jalur pelayaran dan perdagangan yang melalui Selat Sunda. Dengan strategi inilah, Kesultanan Banten berkebang menjadi sebuah kesultanan besar di Jawa Barat dan bahkan menjadi saingan berat VOC ( Belanda ) yang berkedudukan di Batavia.

2.     Kehidupan Politik
Berkembangnya Kesultanan Banten, tidak dapat dipisahkan dari peran raja-raja yang pernah memerintah kesultanan banten, antara lain :
a.             Sultan Hasanudin
               Setelah Banten diislamkan oleh Fatahillah, daerah Banten diserahkan kepada putranya yang bernama Hasanudin. Ia memerintah Banten dari tahun 1552-1570. Ia meletakkan dasar-dasar pemerintahan Kesultanan Banten dan mengangkat dirinya sebagai raja pertama. Pada masa pemerintahannya, agama islam dan kekuasaan Kesultanan banten dapat berkembang dengan pesat.
               Raja hasanudin, juga memperluas wilayah kekuasaanya ke lampung. Dengan menduduki daerah lampung, maka kesultanan Banten merupakaan penguasa jalur lalulintas pelayaran perdaganggan selat sunda, sehingga setiap pedagang yang melewati Selat Sunda diwajibkan untuk melakukan kegiatannya di Bandar Banten.
Raja Hasanudin kawin dengan putri raja Indrapura. Bahkan raja Indrapura menyerahkan tanah selebar kepadanya. Daerah itu banyak menghasilkan lada kepadanya. Di bawah pemerintahan raja Hasanudin, Kesultanan Banten banyak dikunjungi oleh saudagar-saudagar dari gujarat, Persia, Cina, Turki, Pegu (Burma Selatan), dan Keling.

b.             Panembahan Yusuf
Setelah wafatnya Raja Hasanudin tahun 1570 M, putranya yang bergelar Panembahan Yusuf menjadi raja Banten berikutnya. Ia berupaya untuk memajukan pertanian dan pengairan. Ia juga berusaha untuk memperluas wilayah kekuasaan kesultanannya. Langkah-langkah yang ditempuhnya antara lain, merebut Pakuan pada tahun 1579 M, dimana dalam pertempuran tersebut raja Pakuan yang bernama Prabu Sedah Tewas. Kerajaan Pajajaran yang merupakan benteng terakhir Kerajaan hindhu di Jawa Barat berhasil dikuasainya. Setelah 10 tahun memerintah, Panembahan Yusuf wafat akibat sakit keras yang dideritanya.
c.       Maulana Muhammad
Setelah Panembahan Yusuf wafat digantikan oleh putranya yang baru berumur sembilan tahun bernama maulana Muhammad menjadi sultan Banten dengan gelar Kanjeng Batu Banten. Mangkubumi menjadi wali raja. Mangkubumi menjalankan seluruh aktivitas pemerintahan kerajaan sampai rajanya siap untuk memerintah.
Pada tahun 1596 M Kanjeng Ratu Banten memimpi pasukan kesultanan Banten untuk menyerang Palembang. Tujuannya untuk menduduki bandar-bndar dagang yang terletak di tepi selat Malaka agar bisa dijadikan tempat untuk mengumpulkan lada. Dan hasil bumi lainnya dari Sumatra. Palembang akan dikuasainya, tetapi tidak berhasil, malah Kanjeng Ratu Banten tertembak dan akhirnya wafat. Tahta kerajaan kemudian berpindah kepada putranya yang baru berumur lima bulan yang bernama Abu’Mufakir.

b.        Abu’Mufakir
Abu’Mufakir dibantu oleh wali kesultanan yang bernama Jayanegara. Akan tetapi, ia sangat dipengaruhi oleh pengasuh pangeran yang bernama Nyai Emban Rangkung.
Pada tahun 1596 M itu juga untuk pertama kalinya orang Belanda tiba di Indonesia di bawah pimpinan Cornelis de Houtman. Mereka berlabuh di pelabuhan Banten. Tujuan awal mereka di Indonesia adalah untuk membeli rempah-rempah.
d.            Sultan Ageng Tirtayasa
Setelah wafat, Abu’Mufakir digantikan oleh putranya dengan gelar Sultan Abu’Ma'ali Ahmad Rahmatullah. Tetapi berita tentang pemerintahan Sultan ini tidak dapat diketahui dengan jelas. Setelah sultan Abu’Ma’Ali wafat, ia digantikan oleh puteranya yang bergelar Sultan Ageng Tirtayasa. Ia memerintah Banten dari tahun 1651-1692 M.
Dibawah pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa, kesultanan Banten mencapai masa kejayaan. Sultan Ageng Tirtayasa berupaya memperluas kerajaannya dan mengusir Belanda keluar dari Batavia. Kegagalan kerajaan Mataram tidak mengurangi semangat Sultan Ageng untuk mencapai cita-citanya.
Sultan Ageng Tirtayasa memajukan aktivitas perdagangan agar dapat bersaing dengan Belanda di Batavia. Di samping itu, Sultan Ageng Tirtayasa memerintahkan kepada pasukan Kesultanan Banten untuk mengadakan perampokan terhadap Belanda di Batavia, sedangkan perkebunan tebu milik Belanda di sebelah barat Ciangke dirusak oleh orang-orang Banten. Gerakan yang dilakukan oleh orang-orang Banten atas perintah Sultan Ageng Tirtayasa telah membuat Belanda kewalahan menghadapinya.
Pada tahun 1671 M Sultan Ageng Tirtayasa mengangkat putra mahkota menjadi sultan pembantu denga gelar Sultan Abdul Kahar. Sejak saat itu Sultan Ageng Tirtayasa beristirahat di Tirtayasa, akan tetapi ia melepaskan pemerintahan seluruhnya. Pada tahun 1674 M, Sultan Abdul Kahar berangkat ke Mekah dan setelah mengunjungi Turki ia kembali ke Banten (1676). Sejak saat itu ia lebih dikenal dengan sebutan Sultan haji.
Ketika memerintah Kesultanan Banten, Sultan Haji menjalin hubungan baik dengan Belanda. Ternyata hubungan ini dijadikan kesempatan yang bagus oleh Belanda untuk memasuki Kesultanan Banten. Melihat terjadinya hubungan antara  Sultan Haji dengan Belanda, Sultan Ageng Tirtayasa menarik kembali ke tahta kesultanannya, sehingga terjadi perang saudara di Kesultanan Banten antara Sultan Ageng Tirtayasa dengan putranya Sultan haji yang mendapat bantuan Belanda. Sultan Ageng Tirtayasa berhasil ditangkap dan dipenjarakan di batavia hingga wafat tahun 1692 M.
Kemenangan Sultan Haji merupakan kehancuran Kesultanan Banten, karena selanjutnya Kesultanan Banten barada di bawah pengawasan pihak Belanda. Dengan demikian, Sultan Haji hanyalah sebagai lambang belaka (raja boneka) dalam pemerintahan Kesultanan Banten, karena seluruh kekuasaan diatur oleh Belanda.

3.     Kehidupan Ekonomi
Kesultanan Banten terletak di ujung Pulau Jawa, yaitu daerah Banten sekarang. Daerah Banten berhasil direbut dan diislamkan oleh Fatahillah dan berkembang sebagai bandar perdagangan dan pusat penyebaran Islam. Faktor-faktor pendukung berkembangnya Banten sebagai pusat kesultanan dan pusat perdagangan antara lain sebagai berikut.
§  Banten terletak di Teluk Banten dan pelabuhannya memiliki syarat sebagai pelabuhan yang baik.
§  Kedudukan Banten yang sangat strategis di tepi Selat Sunda, karena aktivitas pelayaran perdagangan dari pedagang islam semakin ramai sejak Portugis berkuasa di Malaka.
§  Banten memiliki bahan ekspor penting, yaitu lada sehingga menjadikan daya tarik yang kuat bagi pedagang-pedagang asing.
§  Jatuhnya Malaka ke tangan Portugis mendorong pedagang-pedagang mencari jalan baru di Jawa Barat di samping Cirebon.

Banten yang cepat maju dikunjungi oleh pedagang-pedagang asing seperti pedagang Gujarat, Persia, Cina, Turki, Pegu, (Birma atau Myanmar), Keling, Portugis dan lain-lain. Di kota dagang Banten segera terbentuk perkampungan-perkampungan menurut asal bangsa itu, seperti orang Keling, orang Arab atau orang yang telah menganut agama Islam mendirikan Kampung Pekojan, orang Cina membentuk Kampung Pecinan. Sementara pedagang Indonesia membentuk perkampungan sendiri di Kampung Banda, Kampung Melayu, Kampung Jawa,  dan sebagainya. Disamping ada juga kampung yang dibentuk berdasarkan pekerjaan atau fungsi penduduk seperti kampung Pande (untuk para pandai), Kampung Pajunan (untuk membuat barang pecah belah), Kampung Kauman ( untuk para ulama).
     Pasar tempat orang jual beli barang ekspor impor terletak dekat pelabuhan, sedangkn untuk keperluan penduduk sehari-hari pasarnya terletak di tengah kota. Barang-barang yang diperdagangkan menarik perhatian bangsa-bangsa Eropa.
            Pada mulanya bangsa Portugis datang di Bandar Banten, ketika masih berkedudukan di Goa (India). Selanjutnya datang Bangsa Belanda yang langsung dari negerinya. Namun, kedua bangsa itu saling bermusuhan di Benua Eropa, sehingga kedatangan Bangsa Belanda di Banten, tidak disenangi oleh bangsa Portugis. Akan tetapi Kesultanan Banten menerapkan sistem perdagangan bebas, sehingga sistem monopoli yang dilakukan oleh Portugis mengalami kegagalan.

4.     Kehidupan Sosial
Sejak daerah Banten diislamkan oleh Fatahillah, kehidupan masyarakat sosial secara perlahan mulai berlandaskan ajaran-ajaran atau hukum-hukum yang berlaku dalam agama Islam. Bahkan pengaruh islam semakin berkembangke daerah pedalaman setelah Kesultanan Banten dapat mengalahkan kerajaan Hindhu Pajajaran. Pendukung setia Kesultanan Pajajaran menyingkir ke pedalaman, yaitu daerah Banten Selatan. Mereka ini dikenal sebagai Suku Baduy. Kepercayaannya disebut Pasundan Kawitan artinya Pasundan yang pertama. Mereka ini mempertahankan tradisi-tradisi lama dan menolak pengaruh luara yang baru
Kehidupan sosial Kesultanan Banten dibawah pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa meningkat pesat, karena ia sangat memperhatikan kehidupan rakyat dan berusaha untuk memajukan kesejahteraan rakyat. Usaha yang ditempuh Sultan Ageng Tirtayasa adalah menerapkan sistem perdagangan bebas dan mengusir Belanda dari Batavia walaupun gagal. Setelah pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa berakhir, kehidupan sosial Kesultanan Banten semakin merosot karena Belada ikut campur dalam tata pemerintahan Kesultanan Banten.

5.     Kehidupan Budaya
Banten merupakan sebuah kesultanan dengan sistem kehidupan masyarakat yang berkecipung dalam dunia pelayaran dan perdagangan. Tidak banyak dapat diketahui tentang hasil karya budaya masyarakatnya. Dalam bidang seni bangunan Banten meninggalkan seni bangunan Masjid Agung Banten (dibangun sekitar abad ke-16), bangunan istana yang dibangun oleh Jan Lucas Cardeel ( seorang Belanda pelarian dari Batavia yang menganut agama islam), dan bangunan gapura-gapura di Kaibon Banten.

6.     Kondisi Sosial Politik Kesultanan
Kedatangan pasukan Demak dibawah pimpinan Fatahillah ke kawasan yang dikuasai Kesultanan Pajajaran tersebut selain untuk perluasan wilayah juga sekaligus penyebaran agama Islam. Pemicu khusus serangan Demak ini adalah adanya kerja sama Pajajaran bangsa Portugis dalam bidang ekonomi dan politik, yang dianggap mengancam kedudukan Demak pasca kekalahan mereka mengusir bangsa Portugis dari Malaka tahun 1513. 
Sebelum menyerang Banten, konon Fatahillah terlebih dahulu berkonsolidasi dengan mertuanya Syarif Hidayatulloh yang saat itu diberi kekuasaan oleh Sultan Demak untuk memerintah Cirebon.
Pada 1522, pasukan Demak dan Cirebon bergabung menuju Banten dibawah pimpinan Fatahillah dan Syarif Hidayatulloh. Putra Syarif Hidayatullah bernama pangeran Sabakingkin, yang kelak lebih dikenal dengan nama Maulana Hasanuddin, ikut serta. Pada tahun 1526 Banten berhasil direbut, termasuk Pelabuhan Sunda Kelapa yang waktu itu merupakan pelabuhan utama Kesultanan Pajajaran (Kerajaan Sunda). Pelabuhan ini kemudian diganti namanya menjadi Jayakarta. Penguasaan atas Jayakarta berhasil menghambat gerak maju Bangsa Portugis baik dari segi politis maupun ekonomis. Meski demikian, orang-orang Portugis masih tetap menyinggahi Pelabuhan Jayakarta untuk kepentingan Niaga merica dengan orang-orang Cina yang tinggal di Banten. Selanjutnya, pusat pemerintahan yang semula berkedudukan di Banten Girang dipindahkan ke Surosoan, dekat pantai. Dilihat dari sudut ekonomi dan politik, pemindahan pusat pemerintahan ini dimaksudkan untuk memudahkan hubungan antara pesisir Sumatra sebelah barat melalui Selat Sunda dan Selat Malaka. Situasai ini berkaitan  pula dengan situasi dan kondisi politik di Asia Tenggara. Pada masa itu, Malaka telah jatuh di bawah kekuasaan Portugis, sehingga pedagang-pedagang ang enggan berhubugan dengan Bangsa Portugis mengalihkan jalur perdagangannya ke Selat Sunda. Sejak saat itulah semakin ramai kapal-kapal dagang mengunjungi Banten.
Atas penunjukan Sultan Demak, pada tahun 1526 Maulana Hasanuddin diangkat sebagai adipati Banten . pada tahun 1552, Banten diubah menjadi kesultanan bawahan (semacam negara bagian) dari Demak, dengan Maulana Hasanuddin sebagai pemimpinnya. Selain mulai membangun benteng pertahanan di Banten, Maulana Hasanuddin juga melanjutkan perluasan kekuasaan ke daerah penghasil lada di Lampung. Ia berperan dalam penyebaran Islam di kawasan tersebut.
Seiring kemunduran Demak terutama setelah meninggalnya Trenggana, Banten yang sebelumnya vassal (kerajaan bawahan) Demak melepaskan diri dan menjadi kesultanan yang mandiri.
Kota Surosoan idirikan sebagai ibu kota atas petunjuk Syarif Hidayatullah, dan Maulana Hasanuddin menjadi Sultan pertama ( memerintah 1552-1570). Kendati demikian, Fatahillah tetap dianggap sebagai peletak dasar Kesultanan Banten.
Setelah menjadi Kesultanan mandiri, penguasanya menggunakan gelar Sultan, sementara dalam lingkaran istana terdapat gelar pangeran ratu, pangeran adipati, pangeran Gusti, dan pangeran Anom yang disandang oleh para pewaris. Pada pemerintahan Banten terdapat seseorang dengan gelar Mangkubumi, kadi, patih, serta syahbandar dengan perannya masing-masing dalam administrasi pemerintahan. Sementara pada masyarakat Banten terdapat kelompok bangsawan yang digelari tubagus (ratu bagus), ratu atau sayid. Golongan khusus lainnya yang yang mendapat kedudukan istimewa adalah kaum ulama, pamong praja, serta kaum jawara.
Maulana Hasanuddin berandil besar dalam meletakkan fondasi Islam di Nusantara. Hal ini dibuktikan dengan berbagai bangunan peribadatan seperti masjid dan sarana-sarana pendidikan Islam seperti pesantren. Ia juga dikenal sebagai sultan yang secara berkala mengirim mubalig ke berbagai daerah yang telah dikuasainya. Penyebar luasan islam dan pembanguan Banten itu di lanjutkan oleh para penerusnya. Pada masa jayanya, wilayah kekuasaan kesultanan Banten meliputi Serang, Pandeglang, Lebak, dan Tangerang.
Maulana Yusuf, putra dari Maulana Hasanuddin naik tahta pada tahun 1570 (memerintah 1570-1580). Ia melanjutkan ekspansi Banten ke kawasan pedalaman Sunda dengan menakhlukan Pakuan Pajajaran tahun 1579. Islam punmasuk ke wilayah pedalaman tersebut. Tetapi tidak semua orang Pajajaran bersedia masuk Islam. Mereka yang tidak bersedia menyingkir ke wilayah Banten Selatan. Banyak orang menganggap suku Baduy sebagai keturunan mereka. Suku Baduy ini masih memeluk agama Pasundan wiwitan, yaitu agama nenek moyang mereka hasil akulturasi antara agama Hindhu dan kepercayaan asli orang Sunda
Ia digantikan oleh Maulana Muhammad (memerintah 1580-1596). Karena usianya masih sangat muda, pemerintahan dijalankan oleh semacam Dewan (disebut kali), yang terdiri atas badan pengadilan dan empat orang menteri. Ketika sudah dewasa Maulana Muhammad memimpin sendiri pasukannya untuk menyerang Palembang, daerah penghasil lada. Serangan ini gagal, bahkan Maulana Muhammad sendiri tewas dalam pertempuran itu. Pada akhir masa pemerintahannya kapal dagang berbendera Belanda yang dipimpin oleh Cornelis De Houtman untuk pertama kalinya berlabuh di Banten (1596).
Ia digantikan oleh putranya Pangeran Ratu (memerintah 1596-1651). Sultan ini dikenal karena melakukan hubungan diplomasi dengan negara-negara lain termasuk dengan raja Inggris, James I tahun 1605 dan tahun 1629 dengan Charles I.
Pangeran Ratu digantikan oleh Sultan Ageng Tirtayasa (memerintah 1651-1692). Pada masa pemerintahannya Banten mengalami masa kejayaan. Sebagai Kesultanan maritim, Banten semakin mengandalkan dan mengembangkan perdagangan. Monopoli atas lada di Lampung menempatkan Banten sebagai pedagang perantara dan slah satu pusat niaga yang penting. Hal ini tidak terlepas dari armada laut yang mengesankan, yang dibangun mengikuti contoh armada laut di Eropa. Pada masa ini pula Banten berusaha keluar dari tekanan VOC (Vereenigde Oostindische Cimpagnie), yang sebelumnya memblikade  kapal-kapal dagang menuju Banten. Ia berusaha keras mengusir armada dagang Belanda dari Banten, meski gagal.
Banten menerapkan cukai atas kapal-kapal yang singgah ke Banten. Pemungutan ini dilakukan oleh syahbandar yang berada di kawasan yang dinamakan  pabean.
Selain di bidang pelayaran (perdagangan), Banten juga memperkenalkan pembukaan sawah di daerah pedalaman seperti di Lebak. Naskah Sanghyang Siksa Kanda ng Karesian mengisahkan adanya istilah pahuma (peladang), panggerek (pemburu), dan panyadap (penyadap). Ketiga istilah ini jelas lebih mengacu pada sistem ladang, begitu juga dengan nama peralatannya seperti kujang, patik, baliung, kored, dan sadap. Pada masa Sultan Ageng pula pekerjaan pengairan besar dilakukan untuk menunjang pertanian.
Pada tahun 1671, Sultan Ageng mengangkat Sultan Haji putranya sebagai Sultan muda (memerintah 1671-1686). Ia ditugaskan untuk menjalankan pemerintahan sehari-hari,sementara Sultan Ageng Tirtayasa bertindak sebagai penasehat dan pengawas. Berbeda dari ayahnya, Sultan Haji cenderung membangun hubungan baik dengan Belanda. Belanda pun leluasa memengaruhi kebijakan pemerintahannya. Sultan Ageng sangat kecewa,serta berniat mencabut kekuasaan putranya itu. VOC memanfaatkan konflik ini dengan mendukung Sultan Haji; alhasil, Sultan Ageng terpaksa menyingkir dari istana dan pindah ke kawasan yang disebut Tirtayasa (1682), lalu kemudian mundur ke arah selatan pedalaman sunda. Pada 14 Maret 1683 Sultan Ageng Ageng tertangkap lalu ditahan di Batavia.
Dukungan VOC dibayar mahal; Banten menyerahkan wilayah Lampung kepada VOC  pada 1682. Sultan Haji juga diwajibkan mengganti kerugian perang.
Pascamangkatnya Sultan Haji pada 1687, VOC semakin mencengkeram pengaruhnya di Banten, diantaranya pengangkatan  sultan Banten mesti mendapat persetujuan dari gubernur jenderal Hindia-Belanda di Batavia. Kalangan istana dan rakyat Banten kecewa karena lingkaran istana menyerah begitu saja pada kesewenang-wenangan VOC. Perang saudara pun meletu secara sporadis, yang membuat banten semakin mengalami kemunduran. Pada tahun 1808 Herman Willem Daendels, Gubernur Jenderal Hindia Belanda.
Kesultanan Banten resmi dihapuskan tahun 1813 oleh pemerintah kolonial Inggris. Pada tahun itu, Sultan Muhammad bin Muhammad Muhyiddin Zainussalihin dilucuti dan dipakasa turun tahta oleh Thomas Stamford Raffles. Peristiwa ini merupakan pukulan pamungkas yang mengakhiri riwayat Kesultanan Banten.
Islam menjadi pilar Kesultanan. Para ulama berpengaruh besar dalam  kehidupan masyarakat. Tarekat dan tasawuf berkembang baik, dan budaya masyarakat pun menyerap Islam sebagai bagian dari hidup mereka. Beberapa tradisi yang ada  dipengaruhi oleh perkembangan Islam di masyarakat terlihat misalnya pada kesenian bela diri Debus. Sementara itu, kadi berperan penting dalam pemerintahan: selain bertanggung jawab dalam penyelesaiannya sengketa rakyat di pengadilan agama, juga berperan dalam menegakkan hukum Islam seperti hudud. Meski demikian, toleransi umat beragama di Banten berkembang dengan baik. Komunitas tertentu diperkenankan membngun sarana peribadatan. Sekitar tahun 1673, misalnya telah berdiri beberapa klenteng di kawasan sekitar Pelabuhan Banten.
7.     Kebudayaan
Dalam bidang kebudayaan, seni bangunan mengalami perkembangan. Beberapa jenis bangunan yang masih tersisa, antara lain, Masjid Agung Banten, bangunan keraton dan gapura-gapura.




Description: C:\Users\ASUS\Downloads\hj.jpgDescription: C:\Users\ASUS\Downloads\JK.jpgLAMPIRAN





   Masjid Agung Banten                                                           Benteng Kaibon
Description: C:\Users\ASUS\Downloads\ghk.jpgDescription: http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/d/d8/Flag_of_Bantam.png/150px-Flag_of_Bantam.png

                                   






Bendera Kesultanan Banten, versi pelat Jepang tahun 1876.                   Hasil Kebudayaan


Description: C:\Users\ASUS\Downloads\ghjkl.jpg






Peninggalan Kesultanan Banten



BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN

Pada makalah ini telah dijelaskan tentang sejarah Kesultanan Banten dari awal mulai berdirinya sampai masa keruntuhannya. Di makalah ini juga disebutkan bahwa Kesultanan Banten merupakan salah satu kesultanan dari beberapa kesultanan lainnya yang bercorak Islam di Pulau Jawa.  Kesultanan Banten berkebang menjadi sebuah kerajaan besar di Jawa Barat dan bahkan menjadi saingan berat VOC ( Belanda ) yang berkedudukan di Batavia. Kesultanan Banten telah beberapa kali mengganti kedudukan kesultanannya dengan beberapa seorang  Sultan yang harus bisa memimpin Kesultanan Banten. Kesultanan Banten mencapai puncak kejayaannya pada masa pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa. Kesultanan Banten resmi dihapuskan tahun 1813 oleh pemerintah kolonial Inggris.


 DAFTAR PUSTAKA
Wurjantoro Edhie. 1996. Sejarah Nasional dan Umum 1. Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Badrika, I Wayan. 2006. SEJARAH. Jakarta : Penerbit Erlangga
KEMENDIKBUD. 2013. Sejarah Indonesia. Jakarta : Kemendikbud
Hapsari Ratna. 2014. Sejarah Indonesia. Jakarta : Penerbit Erlangga





1 komentar: