Powered By Blogger

Rabu, 15 November 2017

Pengantar Ilmu Hukum (Hukum dan Sumber-sumbernya)



Tugas Review
Hukum dan Sumber-Sumbernya

Judul           : Pengantar Ilmu Hukum
Penulis        : Satjipto rahardjo, S.H
Editor          : Awaludin Marwan
Cetakan       : 2012
Penerbit       :PT. Citra Aditya Bakti

Bagian  Pertama
Sumber yang Bersifat Hukum dan Sosial
Sumber-sumber  yang melahirkan hokum dapat digolongkan menjadi dua bagian besar, yaitu sumber yang bersifat hokum dan yang bersifat formal. Pertama merupakan sumber yang diakui oleh hokum sendri secara langsung dapat melahirkan atau menciptakan hokum.Kedua  merupakan sumber yang tidak mendapatkan pengakuan secara formal oleh hokum, sehingga tidak secara langsung dapat diterima sebagai hokum. Maka yang akan menjadi tolak ukur adalah keabsahan secara hokum dari subtansi yang dikeluarkan oleh masing-masing sumber tersebut. Subtansi yang dihasilkan dari sumber hokum adalah ipso jur, yang sah dengan sendirinya sedangkan yang lain tidak yang dapat disebut sebagai sumber-sumber kesejahteraan saja. Maknanya bahwa sumber social dapat disebut sebagai sumber bahan dan kekuatannya tidak otoritatif melainkan hanya persuasive.
Menurut Allen membagi dua sumber hokum dengan penjelasan yang berbeda yaitu, sumber hokum dikaitkannya  di satu oihak pada kehendak dari yang berkuasa, sedang yang lain pada vitalitas dari masyarakat sendiri.yang pertama bersifat atas-bawah, yang kedua bersifat bawah-atas. Dari segi teori pembedaan itu mencerminkan terjadinya pertarungan antara dua kubuteori sesuai dengan pola pengakuan atas-bawah dan bawah-atas tersebut. Kelompok atas-bawah dipimpinoleh Austin yang menunjuk kekuasaan yang berdaulat sebagai satu-satunya  sumber hokum. Konsep ini mengembanngkan hokum yang bersifat rasionalitis. Kelompok lain yang menentang konsep Austindisebut sebagi golongan yang melawan rasionalisme yang dipimpin oleh Savigny. Ia menolak adanya sumber hokum lain keuali yang berasal dari dalam diri rakyat sendiri.
Bagian kedua
Perundang-Undanngan                                  
·         Hakikat perundang-Undangan
Pembuatan hokum secara sengaja oleh badan berwenang merupan sumber hukun yang utama. Kegiatan itu disebut sebagai kegiatan perundang-undangan  yang menghasilakan subtansi dan tidak diragukanlagi kesalahannya, yang ispo jure. Hukum yang dihasilakn dari kegiatan tersebut disebut sebagi hokum yang diundangkan berhadapan dengan hokum yang tidak diundangkan.
Ciri-ciri perundang-undangan yang menghasilkan peraturanyaitu :
1.      Bersifat umum dan komprehensif, merupakn kebalikan dari sifat yang khusus dan terbatas
2.      Bersifatuniversal, diciptakan untuk menghadapi peristiwa yang akan datang dan belum jelas konkritnya.
3.      Memiliki kekuatan yang mengoreksidan memperbaiki dirinya sendiri.
Dibandingkan dengan aturan kebiasaan, maka perundang-undangan memperlihatkan karakteristik suatu norma bagi kehidupan social yang lebih matang, khususnya dalam kejelasan dan kepastian.
            Kelebihan  dari perundang-undangan dibandingkan dengan norma-norma lain yaitu :
1.       Tingkat prediktibilitasnya yang besar, berubungan dengan sifat prospektif dari perundang-undangan yaitu peraturanyang ditujukan ke masa depan
2.      Memberikan kepastian mengenai nilai yang dipertaruhkan.
Kelemahan yang terkandung dalam perundang-undangan yaitu :
1.      Kekakuannya. Apabila kepastian tidak dipenuhi, maka harus membayarnya dengan membuat rumusan-rumusan yang jelas,terperinci, dan tegar dengan resiko menjadi norma-norma yang kaku.
2.      Keinginan perundang-undangan untuk membuat rumusan-rumusan yang bersifat umum mengandung resiko, bahwa akan mengabaikan perbedaan-perbedaan yang tidak dapat disamaratakan.

·         Hakikat Sosial Perundang-Undangan
Sebagai sumber hokum, perundang-undangan punya kelebihan  dari norma social yang lain, Krena dikaitkan dengan kekuasaan tertinggi di sutau negara danpunya kekuasaan memaksa yang besar. Dengan demikian  mudah bagi perundang-undangan menentukan uurannya sendiritanpa menghiraukan tuntutan dari bawah. Namun cirri demokratis saat ini memberikan capnya sendiri tergadap cara perundang-undangan itu diciptakan, yaitu menghendaki  masuknya unsure social ke dalam perundang-undangan.

·         Bahasa Perundang-undangan
Hukum pada abad dua puluh pada dasarnya adalah hokum yang dituliskan. Krena itu bahas amemegang peran penting dalam kehidupan hokum. Hukum dalam wujud bahasa ini tidak lain adalah perundang-undangan. Rgam bahsa perundang-undangan sekarang mempunyai cirinya sendiri yang khas, yaitu berusaha untuk memaksa melalui penggunaan bahasa secara rasional.
Ciri-ciri bahasa perundang-undangan :
1.Bebas dan emosi
2. Tanpa perasaan
3. Datar seperti rumusan matematik
Dua fungsi penggunaan bahasa dalam perundang-undangan :
1.      Sebagai alat komunikasi, maka bahsa perundang-undangan harus dapat mengantarkan pikiran dan kehendak dari pembuat uu kepada rakyat.
2.      Sebagai suatu ragam teknik, maka bahsa perundang-undangan merupakan sarana komunikasi dipara ahli hokum.Disini istilah-istilah diusahakan untuk dirumuskan sebaik-baiknya dan secepat-cepatnya untuk bias memenuhi kebutuhan akan tuntutan kerja mereka.
Bagimanapun keadaan yang dihadapi dan pendapat orang mengenai perundang-undangan dengan ragam bahasanya, perundang-undangan merupakan sarana yang diunggulkan dan sekaligus puncak dari perkembangan hokum. Ia tida dapat dilepaskan dari peradaban manusia dan telah menjadi standar baginya, sehingga lain-lain bentuk hokum sedikit banyak dianggap sebagi variasi yang abnormal (Fitzegrald,1966 ; 124)

·         Perundang-undangan sebagi instrument kebijakan
Salah satu cirri hokum modern adalah penggunaannya secara  aktifdan sadar untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu.Kesadaran tersebu tmenyebabkan bahwa hokum modern itu menjadi begitu instrumental sifatnya dengan asumsinya, bahwa kehidupan sosial itu bias dibentuk oleh kemauansosial tertentu.

·         Kodifikasi dan Interpretasi
Karena jumlah peraturan yang semakin banyak, orang pun mulai berusaha untuk mencari jalan bagaimana dapat menguasai badan perundang-undangan dengan baik. Jalan keluar ini disebut kodifikasi. Kebutuhan untuk kodifikasi  juga timbul pada saat hokum perundang-undangan sudah berkembang menjadi suatu badan yang banyak dan berkembang, sehingga orang tidak mudah memperoleh orientasi. Tujuan umum dari kodifikasi adalh untuk  membuat kumpulanperundang-undangan itu sederhana dan mudah dikuasai, tersusun secara logis, serasi, dan pasti.Cara yangpaling baik untuk mendayagunakan kodifikasi adalah mengusahakan agar ia tetap bias dipakai unntuk menjadi  sandaran bagi pemecahan problem-problem hokum di belakang hari. Dengan kata lain perundang-undangan dankodifikasi harus lentur dan tidak boleh kaku.
Intrepretasi atau konstruksi adalah suatu proses yang ditmpuh oleh pengadilan dalam rangka mendapatkan kepastian mengenai arti dari hokum perundang undangan atau bentuk-bentuk otoratif itu.Keadaan yang ideal adalah ketika interpretasi tersebut tidakdiperlukan atausangatkecil peranannya. Ia bias tercapaiapabila perundang-undangan itu bias dituangkan dalam bentuk yang jelas. Mengenai ukuran kejelasan itu Montesquieu mengajukan persyaratan sebagai berikut :
1.       Gayaperaturan hendaknya padat dan sederhana
2.      Peraturan-peraturan hendaknya membatasi dirinya
3.      Peraturan-peraturan hendaknya jagan terlampau tinggi
4.      Janganlah masalah pokok dikacaukan dengan kecualian, pembatasan atau modifikasi, kecuali dalam hal-hal yang diperlukan.
5.      Peraturan tidak boleh mengandung argumrntasi
6.      Darikeseluruan syarat harus dipertimbangkan dengan penuhkematangan.
Interpretasi secara garis besar dibedakan ke dalam interpretasi harafia dan  interpretasi fungsional. Yang pertama semata-mata menggunakan kalimat dari peraturan sebagai pegangannya, ia tidak keluar dari literal legis. Sedangkan yang ke dua bias disebut sebagai interpretasi bebas yang tidak mengikat  diri sepenuhnya kepada kalimat kata-kata peraturan,melainkan mencoba untuk memahami maksud sebenranya dari suatu peraturan dengan menggunakan berbagai sumber lain yang dianggap bias memberikan kejelasan yang lebih memuaskan.
 Dengan bercermin pada praktek pengadilan di Inggris kita bias memperoleh pengetahuan yang cukup berharga mengenai bagaimana perundang-undangan itu ditafsirkan. Pertama, kewajiban peradilan adalah untuk menyingkap danmendasarkan tindakannya pada maksud yang sesungguhnya dari badan pembuat undang-undang, yaitu mens atau sentetia legistnya. Filsafat yang terkandung didalamnya adalah bahwa inti dari undang-undang terletak didalam semangatnya,sedangkan kata-kata itu hanya dapat dipakai untuk mengutarakan maksud yang tekandung didalamnya. Sekalipun demikian,ada semacam pedoman yang umum sifatnya,yaitu agar menerima litera legis itu sebagai bukti yang satu-satunya dan yang menentukan bagi sentetia legis tersebut. Interpretasi dari data tersebut hendaknya dimuali dari prandaian bahwa pembuat undan-undang telah mengutarakan maksudnya sebagaimana diutarakannya. Prinsip Interperetasi yang pertama dengan demikaian adalah seriptum est.
Dalam  usaha penemuan hokum scholten banyak menekankan pada segi pembuatan konstruksi sebagai suatu cara untuk mengembangkan bahan hokum atau hokum positif melalui penalaran logis, sehingga dapat dicapai hasil yang dikehendaki. Denganmengutip Rudolph von Jhering, Scholten meminta perhatian terhadap tiga syarat bagi pembuatan konstruksi yang baik,yaitu :
1.      Konstruksi harus mampu meliputi seluruh bidang hokum positif yang bersangkutan.
2.      Tidak bolahada pertentangan logis didalamnya
3.      Konstruksi hendaknya memenuhi syarat keindahan.
Salah satu bentuk konstruksi adalah fiksi. Perbedaan antara konstruksi dengan fiksi adalah bahwa yang pertama kita berusaha untuk menyederhanakan masalahnya dengan membuang beberapa fakta. Fiksi sebaliknya justru menambahkan fakta-fakta baru kepada kita, sehingga tampil suatu personifikasi baru dihadapan kita.
Analogi dan penghalusan hokum merupakan cara-cara pembuatan kostruksi. Analogi ditempuh pada saat orang memulai konstruksinya dari species ke genius untuk kemudian melihat apakah kasus kasus itu masuk kawasan genius tersebut.

·         Hukum Perundang-undangan sebagai “sistem terbuka”
Hukum suatu system yang terbuka dikemukakan oleh Schotlen. Pertama konsep tersebut merupakan reksi terhadap pendapat ,bahwa hokum itu merupakan suatu kesatuan yang tertutup secara logis.
Dua konsep kekosongan :
1.      Kekosonganadlah hokum, yaitu yangterjadi manakala hakim mengatakan bahwa ia menjumpai kekosongan, karena tidak tahu bagaiman ia harus memutuskan.
2.      Kekosongan dalam perundang-undangan yaitu yang terjadi manakala dengan konstruksi dan penalaran analogipun problemnya tidak terpecahkan.
Scholten menyarankan agar pikiran tentang kekosongan tersebut ditinggalkan saja dan kita juga tidak membuat perbedaan lagi antara penerapan hokum oleh hakim danpembuatan hokum oleh pembuat uu. Alasan lain dari konsep Schotlen bahwa hokum itu merupakan suatu kesatuan norma-norma. Norma-norma itu merupakan peristiwa sejarah. Berdasarkan alasan itulah Schotlen mengemukakan pendapanya, bahwa hokum itu adalah system yang terbuka.
Bagian ketiga
Kebiasaan
            Sesuatau dapat diterima sebagai kebiasaan dalam masyarakat apabila, pertama syarat kelayakan atau masuk akal atau pantas, kedua pengakuan akan kebenarannya, ketiga mempunyai latar belakang sejarah yang tidak dapat dikenali lagi mulainya.Dengan diterimanya system hukumperundang-undangan sebagai system yang dominan , maka masuknya kebiasaan ke dalam sistem hukum haruslah dengan sepengetahuan hokum perundang-undangan. Kebiasaan  serta praktek-praktek yang dilakukan oleh anggota  masyarakat memang tidak boleh di kesampingkan begitu saja
Bagian keempat
Preseden
Merupakansuatu lembaga yang lebih dikenal dalam sitemhukum Anglo-saxon. Sejumlah besar jus non scriptum yang membentuk sitem common law itu hampir seluruhnya terdiri dari hasil keputusan peradilan. Hasil ini dihimpun ke dalam sejumlah sangat besar law reports yang sudah dimulai sejak akhir abad ke tiga belas. Salah satu esensi dari doktrin preseden dalam common law adalah bahwa ketentuan hokum itu dikembangkan dalamproses penerapannya. Hal ini berarti bahwa ia merupakan hasil karya dari para hakim dan bukan dari para ahli hokum yang lain.
Beberapa hal yang menghapuskan atau melemahkan mengikat daripeseden yaitu :
1.      Keputusan-keputusan yang dibatalkan
2.      Ketidaktahuan mengenai adanya peraturan
3.      Ketiadaan konsistensi dengan keputusan pengadilan yang lebih tinggi
4.      Ketiadaan konsistensi antara keputusan yang setingkat
5.      Preseden-preseden yang dibuat sub silentio atau yang tidak sepenuhnya dipertahankan
6.      Keputusa yang keliru

Tidak ada komentar:

Posting Komentar