Tugas Review
Hukum dan Sumber-Sumbernya
Judul : Pengantar Ilmu Hukum
Penulis : Satjipto rahardjo, S.H
Editor : Awaludin Marwan
Cetakan : 2012
Penerbit :PT. Citra Aditya Bakti
Bagian Pertama
Sumber yang Bersifat Hukum dan Sosial
Sumber-sumber yang melahirkan hokum dapat digolongkan
menjadi dua bagian besar, yaitu sumber yang bersifat hokum dan yang bersifat
formal. Pertama merupakan sumber yang diakui oleh hokum sendri secara langsung
dapat melahirkan atau menciptakan hokum.Kedua
merupakan sumber yang tidak mendapatkan pengakuan secara formal oleh
hokum, sehingga tidak secara langsung dapat diterima sebagai hokum. Maka yang
akan menjadi tolak ukur adalah keabsahan
secara hokum dari subtansi yang dikeluarkan oleh masing-masing sumber tersebut.
Subtansi yang dihasilkan dari sumber hokum adalah ipso jur, yang sah dengan
sendirinya sedangkan yang lain tidak yang dapat disebut sebagai sumber-sumber
kesejahteraan saja. Maknanya bahwa sumber social dapat disebut sebagai sumber
bahan dan kekuatannya tidak otoritatif melainkan hanya persuasive.
Menurut
Allen membagi dua sumber hokum dengan penjelasan yang berbeda yaitu, sumber
hokum dikaitkannya di satu oihak pada
kehendak dari yang berkuasa, sedang yang lain pada vitalitas dari masyarakat
sendiri.yang pertama bersifat atas-bawah, yang kedua bersifat bawah-atas. Dari
segi teori pembedaan itu mencerminkan terjadinya pertarungan antara dua
kubuteori sesuai dengan pola pengakuan atas-bawah dan bawah-atas tersebut.
Kelompok atas-bawah dipimpinoleh Austin yang menunjuk kekuasaan yang berdaulat
sebagai satu-satunya sumber hokum.
Konsep ini mengembanngkan hokum yang bersifat rasionalitis. Kelompok lain yang
menentang konsep Austindisebut sebagi golongan yang melawan rasionalisme yang
dipimpin oleh Savigny. Ia menolak adanya sumber hokum lain keuali yang berasal
dari dalam diri rakyat sendiri.
Bagian
kedua
Perundang-Undanngan
·
Hakikat
perundang-Undangan
Pembuatan
hokum secara sengaja oleh badan berwenang merupan sumber hukun yang utama.
Kegiatan itu disebut sebagai kegiatan perundang-undangan yang menghasilakan subtansi dan tidak
diragukanlagi kesalahannya, yang ispo jure. Hukum yang dihasilakn dari kegiatan
tersebut disebut sebagi hokum yang diundangkan berhadapan dengan hokum yang
tidak diundangkan.
Ciri-ciri
perundang-undangan yang menghasilkan peraturanyaitu :
1. Bersifat
umum dan komprehensif, merupakn kebalikan dari sifat yang khusus dan terbatas
2. Bersifatuniversal,
diciptakan untuk menghadapi peristiwa yang akan datang dan belum jelas
konkritnya.
3. Memiliki
kekuatan yang mengoreksidan memperbaiki dirinya sendiri.
Dibandingkan dengan aturan kebiasaan,
maka perundang-undangan memperlihatkan karakteristik suatu norma bagi kehidupan
social yang lebih matang, khususnya dalam kejelasan dan kepastian.
Kelebihan dari perundang-undangan dibandingkan dengan
norma-norma lain yaitu :
1. Tingkat prediktibilitasnya yang besar,
berubungan dengan sifat prospektif dari perundang-undangan yaitu peraturanyang
ditujukan ke masa depan
2. Memberikan
kepastian mengenai nilai yang dipertaruhkan.
Kelemahan
yang terkandung dalam perundang-undangan yaitu :
1. Kekakuannya.
Apabila kepastian tidak dipenuhi, maka harus membayarnya dengan membuat
rumusan-rumusan yang jelas,terperinci, dan tegar dengan resiko menjadi
norma-norma yang kaku.
2. Keinginan
perundang-undangan untuk membuat rumusan-rumusan yang bersifat umum mengandung
resiko, bahwa akan mengabaikan perbedaan-perbedaan yang tidak dapat
disamaratakan.
·
Hakikat Sosial
Perundang-Undangan
Sebagai
sumber hokum, perundang-undangan punya kelebihan dari norma social yang lain, Krena dikaitkan
dengan kekuasaan tertinggi di sutau negara danpunya kekuasaan memaksa yang
besar. Dengan demikian mudah bagi
perundang-undangan menentukan uurannya sendiritanpa menghiraukan tuntutan dari
bawah. Namun cirri demokratis saat ini memberikan capnya sendiri tergadap cara
perundang-undangan itu diciptakan, yaitu menghendaki masuknya unsure social ke dalam
perundang-undangan.
·
Bahasa
Perundang-undangan
Hukum
pada abad dua puluh pada dasarnya adalah hokum yang dituliskan. Krena itu bahas
amemegang peran penting dalam kehidupan hokum. Hukum dalam wujud bahasa ini
tidak lain adalah perundang-undangan. Rgam bahsa perundang-undangan sekarang
mempunyai cirinya sendiri yang khas, yaitu berusaha untuk memaksa melalui
penggunaan bahasa secara rasional.
Ciri-ciri
bahasa perundang-undangan :
1.Bebas
dan emosi
2.
Tanpa perasaan
3.
Datar seperti rumusan matematik
Dua
fungsi penggunaan bahasa dalam perundang-undangan :
1. Sebagai
alat komunikasi, maka bahsa perundang-undangan harus dapat mengantarkan pikiran
dan kehendak dari pembuat uu kepada rakyat.
2. Sebagai
suatu ragam teknik, maka bahsa perundang-undangan merupakan sarana komunikasi
dipara ahli hokum.Disini istilah-istilah diusahakan untuk dirumuskan
sebaik-baiknya dan secepat-cepatnya untuk bias memenuhi kebutuhan akan tuntutan
kerja mereka.
Bagimanapun keadaan yang dihadapi dan
pendapat orang mengenai perundang-undangan dengan ragam bahasanya,
perundang-undangan merupakan sarana yang diunggulkan dan sekaligus puncak dari
perkembangan hokum. Ia tida dapat dilepaskan dari peradaban manusia dan telah
menjadi standar baginya, sehingga lain-lain bentuk hokum sedikit banyak
dianggap sebagi variasi yang abnormal (Fitzegrald,1966 ; 124)
·
Perundang-undangan
sebagi instrument kebijakan
Salah
satu cirri hokum modern adalah penggunaannya secara aktifdan sadar untuk mencapai tujuan-tujuan
tertentu.Kesadaran tersebu tmenyebabkan bahwa hokum modern itu menjadi begitu
instrumental sifatnya dengan asumsinya, bahwa kehidupan sosial itu bias
dibentuk oleh kemauansosial tertentu.
·
Kodifikasi dan
Interpretasi
Karena
jumlah peraturan yang semakin banyak, orang pun mulai berusaha untuk mencari
jalan bagaimana dapat menguasai badan perundang-undangan dengan baik. Jalan
keluar ini disebut kodifikasi. Kebutuhan untuk kodifikasi juga timbul pada saat hokum
perundang-undangan sudah berkembang menjadi suatu badan yang banyak dan
berkembang, sehingga orang tidak mudah memperoleh orientasi. Tujuan umum dari
kodifikasi adalh untuk membuat
kumpulanperundang-undangan itu sederhana dan mudah dikuasai, tersusun secara
logis, serasi, dan pasti.Cara yangpaling baik untuk mendayagunakan kodifikasi
adalah mengusahakan agar ia tetap bias dipakai unntuk menjadi sandaran bagi pemecahan problem-problem hokum
di belakang hari. Dengan kata lain perundang-undangan dankodifikasi harus
lentur dan tidak boleh kaku.
Intrepretasi
atau konstruksi adalah suatu proses yang ditmpuh oleh pengadilan dalam rangka
mendapatkan kepastian mengenai arti dari hokum perundang undangan atau
bentuk-bentuk otoratif itu.Keadaan yang ideal adalah ketika interpretasi
tersebut tidakdiperlukan atausangatkecil peranannya. Ia bias tercapaiapabila
perundang-undangan itu bias dituangkan dalam bentuk yang jelas. Mengenai ukuran
kejelasan itu Montesquieu mengajukan persyaratan sebagai berikut :
1. Gayaperaturan hendaknya padat dan sederhana
2. Peraturan-peraturan
hendaknya membatasi dirinya
3. Peraturan-peraturan
hendaknya jagan terlampau tinggi
4. Janganlah
masalah pokok dikacaukan dengan kecualian, pembatasan atau modifikasi, kecuali
dalam hal-hal yang diperlukan.
5. Peraturan
tidak boleh mengandung argumrntasi
6. Darikeseluruan
syarat harus dipertimbangkan dengan penuhkematangan.
Interpretasi secara garis besar dibedakan ke dalam
interpretasi harafia dan interpretasi
fungsional. Yang pertama semata-mata menggunakan kalimat dari peraturan sebagai
pegangannya, ia tidak keluar dari literal legis. Sedangkan yang ke dua bias
disebut sebagai interpretasi bebas yang tidak mengikat diri sepenuhnya kepada kalimat kata-kata
peraturan,melainkan mencoba untuk memahami maksud sebenranya dari suatu
peraturan dengan menggunakan berbagai sumber lain yang dianggap bias memberikan
kejelasan yang lebih memuaskan.
Dengan
bercermin pada praktek pengadilan di Inggris kita bias memperoleh pengetahuan
yang cukup berharga mengenai bagaimana perundang-undangan itu ditafsirkan.
Pertama, kewajiban peradilan adalah untuk menyingkap danmendasarkan tindakannya
pada maksud yang sesungguhnya dari badan pembuat undang-undang, yaitu mens atau
sentetia legistnya. Filsafat yang terkandung didalamnya adalah bahwa inti dari
undang-undang terletak didalam semangatnya,sedangkan kata-kata itu hanya dapat
dipakai untuk mengutarakan maksud yang tekandung didalamnya. Sekalipun
demikian,ada semacam pedoman yang umum sifatnya,yaitu agar menerima litera
legis itu sebagai bukti yang satu-satunya dan yang menentukan bagi sentetia
legis tersebut. Interpretasi dari data tersebut hendaknya dimuali dari
prandaian bahwa pembuat undan-undang telah mengutarakan maksudnya sebagaimana
diutarakannya. Prinsip Interperetasi yang pertama dengan demikaian adalah
seriptum est.
Dalam usaha
penemuan hokum scholten banyak menekankan pada segi pembuatan konstruksi sebagai
suatu cara untuk mengembangkan bahan hokum atau hokum positif melalui penalaran
logis, sehingga dapat dicapai hasil yang dikehendaki. Denganmengutip Rudolph
von Jhering, Scholten meminta perhatian terhadap tiga syarat bagi pembuatan
konstruksi yang baik,yaitu :
1. Konstruksi
harus mampu meliputi seluruh bidang hokum positif yang bersangkutan.
2. Tidak
bolahada pertentangan logis didalamnya
3. Konstruksi
hendaknya memenuhi syarat keindahan.
Salah satu bentuk konstruksi adalah fiksi. Perbedaan
antara konstruksi dengan fiksi adalah bahwa yang pertama kita berusaha untuk
menyederhanakan masalahnya dengan membuang beberapa fakta. Fiksi sebaliknya
justru menambahkan fakta-fakta baru kepada kita, sehingga tampil suatu
personifikasi baru dihadapan kita.
Analogi
dan penghalusan hokum merupakan cara-cara pembuatan kostruksi. Analogi ditempuh
pada saat orang memulai konstruksinya dari species ke genius untuk kemudian
melihat apakah kasus kasus itu masuk kawasan genius tersebut.
·
Hukum
Perundang-undangan sebagai “sistem terbuka”
Hukum
suatu system yang terbuka dikemukakan oleh Schotlen. Pertama konsep tersebut
merupakan reksi terhadap pendapat ,bahwa hokum itu merupakan suatu kesatuan
yang tertutup secara logis.
Dua
konsep kekosongan :
1. Kekosonganadlah
hokum, yaitu yangterjadi manakala hakim mengatakan bahwa ia menjumpai
kekosongan, karena tidak tahu bagaiman ia harus memutuskan.
2. Kekosongan
dalam perundang-undangan yaitu yang terjadi manakala dengan konstruksi dan
penalaran analogipun problemnya tidak terpecahkan.
Scholten
menyarankan agar pikiran tentang kekosongan tersebut ditinggalkan saja dan kita
juga tidak membuat perbedaan lagi antara penerapan hokum oleh hakim
danpembuatan hokum oleh pembuat uu. Alasan lain dari konsep Schotlen bahwa
hokum itu merupakan suatu kesatuan norma-norma. Norma-norma itu merupakan peristiwa
sejarah. Berdasarkan alasan itulah Schotlen mengemukakan pendapanya, bahwa
hokum itu adalah system yang terbuka.
Bagian
ketiga
Kebiasaan
Sesuatau dapat diterima
sebagai kebiasaan dalam masyarakat apabila, pertama syarat kelayakan atau masuk
akal atau pantas, kedua pengakuan akan kebenarannya, ketiga mempunyai latar
belakang sejarah yang tidak dapat dikenali lagi mulainya.Dengan diterimanya
system hukumperundang-undangan sebagai system yang dominan , maka masuknya
kebiasaan ke dalam sistem hukum haruslah dengan sepengetahuan hokum
perundang-undangan. Kebiasaan serta
praktek-praktek yang dilakukan oleh anggota
masyarakat memang tidak boleh di kesampingkan begitu saja
Bagian
keempat
Preseden
Merupakansuatu lembaga yang lebih dikenal dalam
sitemhukum Anglo-saxon. Sejumlah besar jus non scriptum yang membentuk sitem
common law itu hampir seluruhnya terdiri dari hasil keputusan peradilan. Hasil
ini dihimpun ke dalam sejumlah sangat besar law reports yang sudah dimulai
sejak akhir abad ke tiga belas. Salah satu esensi dari doktrin preseden dalam
common law adalah bahwa ketentuan hokum itu dikembangkan dalamproses penerapannya.
Hal ini berarti bahwa ia merupakan hasil karya dari para hakim dan bukan dari
para ahli hokum yang lain.
Beberapa
hal yang menghapuskan atau melemahkan mengikat daripeseden yaitu :
1. Keputusan-keputusan
yang dibatalkan
2. Ketidaktahuan
mengenai adanya peraturan
3. Ketiadaan
konsistensi dengan keputusan pengadilan yang lebih tinggi
4. Ketiadaan
konsistensi antara keputusan yang setingkat
5. Preseden-preseden
yang dibuat sub silentio atau yang tidak sepenuhnya dipertahankan
6. Keputusa
yang keliru
Tidak ada komentar:
Posting Komentar