A. Pengertian
Munakahat adalah salah satu cabang ilmu fikih yang menjelaskan tentang masalah
pernikahan, seperti tata cara atau ketentuan pernikahan, kewajiban dan tanggung
jawab suami, istri, anak-anak, perceraian dengan segala persyaratannya, serta
rujuk
Pernikahan adalah akad yang memberikan kewenangan kepada seseorang pria dengan
seorang wanita yang bukan mahramnya untuk bergaul secara sah sehingga
menimbulkan hak dan kewajiban tertentu.
B. Hukum
Nikah
Calon suami dan istri harus memahami makna
suatu pernikahan. Agar mereka benar-benar dapat berbahagia, calon suami istri
harus mengetahui ketentuan hukum dalam melaksanakan pernikahan menurut Islam.
Adapun
hukum nikah adalah sebagai berikut :
No
|
Hukum
|
Keterangan
|
1.
2.
3.
4.
5.
|
Wajib
Haram
Sunah
Makruh
Jaiz/mubah
|
Hukum nikah adalah wajib bagi mereka yang berkeinginan menikah dan
mempunyai kemampuan untuk berumah tangga. Apabila tidak segera menikah,
mereka dikawatirkan terlibat zina.
Pernikahan diharamkan bagi mereka yang mempunyai niat jelek dalam
pernikahannya. Misalnya, ingin membalas dendam dengan menyakiti hati istrinya
Pernikahan disunahkan bagi mereka yang berkeinginan menikah dan
mempunyai kemampuan untuk membiayai keluarga dan mengurusi rumah tangga.
Pernikahan dimakruhkan bagi mereka yang belum berkeinginan untuk
menikah untuk menikah. Apabila menikah, dikawatirkan mereka akan teledor
dalam menunaikan kewajibannya.
Jaiz atau mubah adalah hukum asal pernikahan.
|
C. Tujuan
Nikah
Beberapa tujuan pernikahan
adalah sebagai berikut.
- Memperoleh kebahagiaan dan Ketenteraman Hidup.
Seseorang yang telah
melangsungkan pernikahan, hidupnya menjadi tentram dan bahagia. Hal ini
diterangkan Allah swt. Dalam Al-Qur'an Surat Ar-Rum Ayat 21 berikut ini
Artinya:
Dan diantara tanda-tanda
kekuasaa-Nya ialal Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri,
supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya dan dijadikan-Nya di
antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar
terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir. (Q.S. Ar-Rum :21)
- Memperoleh Keturunan yang Sah
Pernikahan bertujuan
memperoleh keturunan yang sah menurut agama. Pernikahan juga akan memberikan
status dan kedudukan kepada anak yang dilahirkan. Oleh karena itu Allah swt.
Melarang hamba-Nya berbuat zina. Larangan tersebut difirmankan Allah swt. Dalam
Al-Qur'an Q.S. Al-Isra’ Ayat 32 berikut ini.
Artinya :
Dan janganlah kamu
mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan
jalan yang buruk. (Q.S. Al-Isra’:32)
- Menjaga Kehormatan dan Harkat Manusia,
Dengan perkawinan yang
sah, kehormatan seseorang akan terjaga. Ia juga akan mendapatkan tempat
masyarakat sekelilingnya.
- Mengikuti Sunah Rasulullah saw.
Pernikahan merupakan sunah
Rosulullah saw. Hal ini dijelaskan rosulullah saw. Dalam hadis berikut ini.
Artinya :
Nikah itu sunahku, barang
siapa yang tidak menyukainya sunahku, ia bukan golonganku ( H.R Bukhari-Muslim)
Dengan tercapainya tujuan di atas akan
didapatkan keluarga yang sakinah dan selalu dalam limpahan rahmat, berkah, dan
hidayah dari Allah swt.
D. Rukun
Nikah
Rukun Nikah ada lima, yaitu calon suami, calon istri, wali, dua orang
saksi, dan ijab Kabul.
- Calon Suami
Calon suami harus memenuhi
beberapa syarat, yaitu Islam, tidak dipaksa, bukan mahramnya, dan tidak sedang
melakukan ibadah haji atau umrah.
- Calon istri
Calon istri harus memenuhi
beberapa syarat, yaitu Islam, bukan mahramnya, tidak sedang melakukan ibadah
haji atau umrah, tidak dalam masa idah, tidak bersuami, dan telah dapat
mendapat izin walinya.
Mahramnya adalah orang yang
tidak halal dinikahi. Hal ini karena adanya beberapa sebab sebagai berikut.
1) Sebab
keturunan
Orang-orang yang tidak boleh dinikah karena
sebab ini adalah.
a)
ibu;
b)
nenek dan seterusnya ke atas;
c)
anak dan cucu dan seterusnya ke
bawah;
d)
saudara perempuan kandung,
seayah, atau seibu;
e)
saudara perempuan dari ayah;
f)
saudara perempuan seibu;
g)
anak perempuan dari saudara
laki-laki dan seterusnya ke bawah;
h)
anak perempuan dari saudara
perempuan dan seterusnya ke bawah
2) Sebab
Sepersusuan
Orang-orang yang tidak boleh diikahi karena
sebab ini adalah ibu yang menyusui dan saudara perempuan sepersusuan
3) Sebab
Pernikahan
Orang-orang yang tidak boleh dinikah karena
sebab ini adalah ibu istri (mertua), anak tiri apabila sudah campur dengan
ibunya, istri (menantu) dan istri ayah (ibu tiri).
- Wali
Wali adalah pengasuh pengantin peempuan pada
waktu menikah atau orang yang melakukan janji nikah dengan pengantin laki-laki.
Wali harus memenuhi beberapa syarat, yaitu Islam, dewasa, sehat akalnya, dan
tidak fasik.
Keharusan adanya wali dalam sebuah pernikahan
dijelaskan oleh Rosulullah dalam hadis berikut ini.
Adapun orang yang berhak menjadi wali adalah
:
- ayah kandung;
- kakek dari ayah;
- saudara laki-laki kandung;
- saudara laki-laki seayah
- anak laki-laki dari saudara laki-laki kandung;
- anak laki-laki dari saudara laki-laki seayah
- saudara laki-laki ayah (paman) yang sekandung;
- saudara laki-laki ayah (paman) seayah
- anak laki-laki paman yang sekandung (poin g)
- anak laki-laki paman yang seayah (poin h)
- saudara laki-laki dari kakek yang sekandung dengan kakek;
- saudara laki-laki dari kakek yang seayah dengan kakek;
- Hakim.
Wali hakim berlaku apabila wali yang tersebut
pada nomor a-l semuanya tidak ada, sedang berhalangan, atau menyerahkan
kewaliannya kepada hakim.
- Dua Orang Saksi
Dua orang saksi harus memenuhi beberapa
syarat, yaitu Islam, dewasa, sehat akalnya, dan tidak fasik, dan hadir dalam akad
nikah.
Keharusan adanya wali dan dua orang saksi
dalam sebuah pernikahan dijelaskan oleh rosulullah saw. Dalam hadis beriktu
ini.
Artinya :
Tidak sah nikah, melainkan dengan wali dan dua orang saksi yang adil
(H.R. Ahmad).
- Ijab Kabul
Ijab Kabul atau serah terima yang sah dalam
pernikahan harus memenuhi beberapa syarat, yaitu
- dengan mengatakan nikah atau zawaj;
- ada kecocokan antara ijab dan Kabul;
- berturut-turut, artinya tidak dilakukan di lain waktu;
- tidak ada syarat yang memberatkan dalam pernikahan itu.
E. Kewajiban
Suami Istri
Suami istri mempunyai kewajiban sesuai
kedudukannya masing-masing. Secara garis besar kewajiban suami istri tersebut
telah diterangkan Allah swt dalam Al-Qur'an Surat An-Nisa’ Ayat 34 berikut ini
Artinya :
Kaum laki-laki adalah pemimpin bagi kaum
wanita …. (Q.S. An-Nisa’:340
Dari penjelasan di atas, kewajiabn suami
istri dapat dihjabarkan sebagai berikut;
- kewajiban suami, antara lain.
a.
memberikan kebutuhan hidup,
baik materiil maupun spiritual
b.
melindungi keluarganya dari
berbagai ancaman seta memelihara diri dan keluargannya dari perbuatan dosa;
c.
mengasihi istri sebagaimana
tuntunan agama;
d.
membimbing dan mengarahkan
seluruh keluarga ke jalan yang benar;
e.
sopan dan hormat terhadap orang
tua, baik kepada mertua ataupun keluarganya.
- kewajiban istri, antara lain,
a.
menjaga kehormatan diri dan
rumah tangganya;
b.
membantu suami dalam mengatur rumah
tangga;
c.
mendidik, memelihara, dan
mengajarkan agama kepada anak-anaknya;
d.
sopan dan hormat terhadap orang
tua, baik mertua maupun keluarganya
F. Hikmah
Nikah
Beberapa hikmah nikah yang dapat diperoleh
dari pernikahan yang sah adalah sebagai berikut.
- pernikahan merupakan jalan keluar yang paling baik untuk memenuhi kebutuhan seksual.
- pernikahan merupakan jalan terbaik untuk memuliakan anak, memperbanyak keturunan, melestarikan hidup manusia, serta memlihara nasab.
- pernikahan menumbuhkan naluri kebapakan dan keibuan yang menumbuhkan pula perasaan cinta dan kasih sayang.
- pernikahan menimbulkan sikap rajin dan sungguh-sungguh dalam bekerja karena adanya rasa tanggung jawab terhadap keluarganya.
- pernikahan akan mempererat tali kekeluargaan yang dilandasi rasa saling menyayangi sebagai modal kehidupan masyarakat yang aman dan sejahtera.
G. Talak
- Pengertian
Talak berarti melepaskan atau menanggalkan
dan sering pula disebut dengan istilah cerai. Menurut istilah, talak atau cerai
adalah melepaskan seorang perempuan dari ikatan perkawinannya. Dasar hukum
diperbolehkannya talak adalah Al-Qur'an Surat Al-Baqarah Ayat 227 berikut ini.
Artinya :
Dan jika mereka berazam (bertepatan hati
untuk) talak, sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.(Q. S.
Al-Baqarah:227).Namun, seseorang yang ingin menceraikan istrinya hendaklah
memikirkan terlebih dahulu untung ruginya, manfaat dan mafsadahnya, baik untuk
dirinya sendiri maupun untuk istri dan anak-anaknya. Walaupun diperbolehkan,
talak adalah perbuatan yang tidak disukai Allah swt. Hal ini dijelaskan
Rosulullah saw. Dalam hadist berikut ini.
Artinya :
Perbuatan halal yang sangat dibenci Allah
ialah talak ( H.R. Abu Dawud, dan Ibnu Majjah)
- Hukum Talak
Dengan mempertimbangkan kondisi yang
menyebabkannya, hukum talak ada empat, yaitu makruh, haram, sunah dan wajib.
- makruh adalah hukum asal talak
- haram adalah hukum talak yang dijatuhkan dalam dua keadaan. Keadaan yang pertama adalah ketika istri dalam keadaan haid dan yang kedua ketika istri dalam keadaan suci, tetapi telah digauli dalam waktu suci tersebut.
- Sunah adalah apabila suami tidak anggup lagi menunaikan kewajibannya dalam memberi nafkah dengan cukup atau istri tidak mampu lagi menjaga kehormatan dirinya.
- Wajib adalah apabila terjadi perselisihan antara suami dan istri serta menurut hakim keduannya sudah tidak bisa lagi disatukan sehingga harus bercerai.
- Macam-Macam Talak
Talak merupakan hak dan diucapkan suami. Kalimat
yang dipakai untuk menalak atau menceraikan ada dua macam, yaitu sarih dan
kinayah.
- sarih (terang) adalah kalimat yang tidak diragukan lagi kejelasannya bahwa sang suami telah memutuskan ikatan perkawinannya. Contohnya, “ Engkau saya talak!”, atau “ Saya ceraikan engkau!”
- kinayah (sindiran) adalah kalimat yang masih diragukan kejelasannya bahwa sang suami memutuskan ikatan perkawinannya. Artinya, kalimat itu msih dapat diartikan degan arti lain. Misalnya, suami berkata, “Pulanglah engkau ke rumah orang tuamu” Kalimat itu tidak menyatakan secara jelas bahwa suami bermaksud menceraikan istrinya. Oleh karena itu, sah tidaknya talak dengan kalimat semacam itu tergantung dari niat suami. Apabila bermaksud menceraikan istrinya dengan kalimat itu, talak dianggap sah. Namun, apabila suami tidak bermaksud menceraikan istrinya dengan kalimat itu, talak dianggap tidak sah.
Berdasarkan boleh tidaknya seorang suami
kembali kepada istrinya, talak terbagi menjadi dua macam, yaitu talak raj’i dan
talak bain
- talak raj’i adalah talak yang membolehkan suami rujuk kembali kepada bekas istrinya dengan tidak memerlukan akad nikah kembali. Talak ini adalah talak pertama dan kedua.
- Talak bain adalah talak yang tidak membolehkan suami rujuk kembali kepada bekas istrinya, kecuali dengan persyaratan tertentu. Talak ini disebut juga talak tiga. Talak bain terdiri dari dua macam, yaitu talak bain sugra dan talak bain kubra.
1)
talak bain sugra
adalah talak yang dijatuhkan kepada istri yang belum dicampuri. Dalam talak
bain sugra, suami tidak boleh rujuk kembali kepada istri. Akan tetapi, mereka
boleh menikah kembali, baik dalam masa idah maupun sesudah masa idah. Dalam hal
ini, keduanya harus melakukan akad nikah lagi.
2)
Talak bain kubra
adalah talak yang tidak membolehkan suami rujuk atau menikah kembali dengan
bekas istri, kecuali memenuhi persyaratan yang ditentukan Allah swt.
Syarat-syarat itu termaktub dalam Al-Qur'an Surat Ayat 230. menurut ayat
tersebut, syarat untuk kembali setelah talak bain kubra adaah abapila bekas
istrinya telah .
a)
kawin dengan laki-laki lain
b)
bercampur dengan suami yang
kedua
c)
diceraikan oleh suami yang
kedua
d)
habis masa idahnya dari suami
yang kedua
H. Idah
- Pengertian Idah
Idah adalah masa menunggu (tidak boleh
menikah) yang diwajibkan bagi perempuan yang diceraikan oleh suaminya, baik
cerai hidup atau cerai mati. Idah bagi perempuan dimaksudkan untuk mengetahui
apakah selama masa idah itu perempuan tersebut hamil atau tidak. Apabila hamil,
anak tersebut adalah anak suami yang menceraikannya. Dengan demikian, garis nasab
anak tersebut akan jelas.
- Ketentuan Idah
Ketentuan idah adalah sebagai berikut
- Idah bagi perempuan hamil yang dicerai suamina sampai dengan lahirnya anak yang dikandungnya.
- Idah bagi perempuan hamil yang dicerai suaminya adalah sebagai berikut
1)
bagi wanita yang sudah
dicampuri, sedangkan dia masih dalam keadaan haid, idahnya adalah tiga quru’
(tiga kali suci)
2)
bagi wanita yang sudah
dicampuri, sedangkan ia tidak pernah haid karena masih kecil atau karena lanjut
usia (menopause), idahnya adalah selama tiga bulan.
3)
Bagi wanita yang belu pernah
dicampuri, baginya tidak ada masa idah.
- Idah bagi perempuan yang dicerai mati adalah empat bulan sepuluh hari.
I. Rujuk
- Pegertian
Rujuk adalah mengembalikan istri yang telah
diceraikan pada ikatan perkawinan semula (sebelum diceraikan). Rujuk tidak
memerlukan akad baru sebab akan ada yang lama terputus dan hanya meneruskan
perkawinan yang lama.
- Hukum Rujuk
Hukum rujuk adalah jaiz atau mubah. Hukum ini
dapat berubah-ubah sesuai dengan keadaan. Hukum rujuk adalah wajib, sunah
makruh, dan haram.
- wajib adalah hukum rujuk bagi suami yang mempunyai istri lebih dari satu, sedangkan istri yang diceraikan belum mendapat giliran yang adil. Oleh karena itu ia wajib rujuk untuk menyempurnakan gilirannya.
- Sunah adalah apabila dengan rujuk keadaan rumah tangga suami istri tersebut lebih baik.
- Makruh adalah apabila dengan rujuk keadaan rumah tangga suami istri tersebut menjadi lebih buruk.
- Haram adalah apabila dengan rujuk istri menjadi lebih menderita.
- Rukun Rujuk
Rukun rujuk adalah istri, suami dan sigat
rujuk.
- Istri harus memenuhi beberapa syarat, yaitu pernah digauli, ditalak raj’i, dan masih dalam masa idah.
- Suami harus memenuhi beberapa syarat, yaitu Islam dan tidak dipaksa atau terpaksa.
- Sigat rujuk adalah ucapan yang menyatakan maksud suami untuk rujuk kepada bekas istrinya, contohnya adalah, “Saya rujuk padamu”
J. Ila’,
Lian, Zihar, Khuluk, dan Fasakh
- Ila’
Ila’ adalah sumpah suami bahwa dia tidak akan
mencampuri istrinya dalam masa lebih cepat bulan atau dengan tidak menyebut
masanya. Ila’ merupakan tradisi orang-orang jahiliah Arab degan maksud untuk
menyakiti istrinya dengan cara tidak menggauli dan membiarkan istrinya
menderita berkepanjangan tanpa ada kepastian apakah dicerai atau tidak. Etelah
Islam dating, tradisi tersebut dihapus dengan cara membatasi waktu ila’ palig
lama empat bulan. Dengan demikian, apabila masa empat bulan itu sudah lewat,
suami harus memilih rujuk atau talak. Apabila yang dipilih rujuk, suami harus
membayar kafarat supah namun, jika yang dipilih talak, akan jatuh talak bain
sugra.
- Lian
Lian adalah sumpah suami sebanyak empat kali
yang menuduh istrinya telah berbuat zina pada sumpah yang kelima ia
mengucapkan, “Laknat Allah atasku sekiranya aku berdusta dalam
tuduhanku.”Sebaliknya, istri dapat menolak tuduhan tersebut dengan bersumpah
sebanyak empat kali bahwa tuduhan itu tidak benar. Kemudian, pada sumpah yang
kelima ia mengucapkan kata-kata, “Laknat Allah atas diriku sekiranya tuduhan
itu benar.”
Apabila seseorang menuduh orang lain berzina,
sedangkan saksi yang cukup tidak ada, orang itu dikenai hukuman dera (dipukul
atau dicambuk) sebanyak 80 kali. Akan tetapi jika yang menuduh adalah suaminya
sendiri, suami dapat memilih dua hal, yaitu dikenai dera 80 kali atau ia meian
istrinya. Akibatnya hukum yang terjadi apabila lian suami itu benar adalah.
- suami tidak dikenai hukuman.
- Istri wajib dikenai hukuman dera 80 kali
- Suami istri bercerai selama-lamanya.
- Kalau ada anak, anak tersebut tidak dapat diakui oleh suami
- Zihar
Zihar adalah ucapan suami kepada istrinya
bahwa istrinya menyerupai ibunya. Contohya, “Engkau tampak olehku seperti
punggung ibuku.”Zihar pada zaman jahiliah merupakan cara untuk menceraikan
istrinya. Setelah Islam datang, Islam melarang perbuatan itu. Apabila zihar
terlanjur dilakukan oeh suami, ia wajib membayar kafarta dan dilarang
mencampuri istrinya sebelum kafarat terbayar. Adapun kafaratnya adalah
- memerdekakan budak
- apabila tidak mampu, berpuasa 2 bulan berturut-turut
- apabila tidak mampu, memberi makan sebanyak a60 orang miskin.
- Khuluk
Khuluk adalah talak tebus, yaitu talak yang
dijatuhkan oleh suami dengan ‘iwad (tebusan) oleh istri kepada suami. Khuluk
dapat dilakukan apabila ada alasan-alasan sebagai berikut
- istri sangat membenci suaminya karena sebab-sebab tertentu dan dikhawatirkan istri tidak dapat mematuhi suaminya.
- Suami istri dikhawatirkan tidak dapat menciptakan rumah tangga bahagia dan akan menderita apabila pernikahan dipertahankan.
- Fasakh
Fasakh aadalah rusaknya ikatan pernikahan
antara suami dan istri karena sebab-sebab tertentu. Sebab-sebab tersebut
meliputi sebab-sebab yang merusak pernikahan dan sebab-sebab yang menghalangi
tujuan pernikahan.
- sebab yang merusak pernikahan, yaitu
1)
setelah menikah, ternyata
diketahui bahwa istrinya itu adalah mahramnya;
2)
salah seorang di antara suami
istri keluar Islam;
3)
pada mulanya suami istri
sama-sama musrik, kemudian istri masuk Islam, sementara suaminya tetap musyrik
atau sebaliknya.
- sebab-sebab yang menghalangi tujuan pernikahan, yaitu
1)
terdapat penipuan dalam
pernikahan, misalnya sebelum akad nikah suami mengaku orang baik-baik, tetapi
ternyata jahat;
2)
suami atau istri mengidap suatu
penyakit atau cacat yang menyebabkan hubungan rumah tangga terganggu.
3)
Suami atau istri hilang ingatan
atau gila.
K. Perkawinan menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
- Garis Besar isi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang
perkawinan terdiri dari 14 bab dan terbagi dalam 67 pasal. Isi masing-masig Bab
itu secara garis besar adalah sebagai berikut
- Bab I memuat dasar-dasar perkawinan. Pembahasan mengenai dasar-dasar perkawinan tersebut meliputi pengertian dan tujuan perkawinan, sahnya perkawinan, dan asas monogami dalam perkawinan.
- Bab II syarat-syarat. Pembahasan mengenai syarat-syarat perkawinan tersebut meliputi persetujuan kedua calon mempelai, izin kedua orang tua, pengecuualian persetujuan kedua calon mempelai dan izin keuda orang tua, batas umur perkawinan, larangan kawin, jangka waktu tunggu, dan tata cara pelaksanaan perkawinan.
- Bab III memuat hal-hal tentang pencegahan perkawinan. Pembahasan mengenai hal-hal tentang pencegahan perkawinan tersebut meliputi pencegahan perkawinan dan penolakan perkawinan.
- Bab IV memuat hal-ha tentang batalnya perkawinan. Pembahasan mengenai hal-hal tentang batalnya perkawinan tersebut meliputi:
1)
Ketentuan
tentang pembataan suatu perkawinan.
2)
Pihak yang dapat mengajukan
pematalan;
3)
Ketentuan-ketentuan yang
berkenaan dengan perkawinan
- Bab V memuat hal-hal tentang perjanjian perkawinan. Pembahasan mengenai hal-hal tentang perjanjian perkawinan tersebut meliputi:
1)
ketentuan-ketentuan dapat
diadakanya perjanjian tertulis pada waktu atau sebeum perkawinan oleh kedua
belah pihak atas persetujuan bersama;
2)
ketentuan mengenai pengeahan
mulai berlakunya serta kemungkinan perubahan perjanjian tersebut.
- Bab VI memuat hak dan kewajiban suami istri. Pembahasan mengenai hak dan kewajiban suami istri tersebut meliputi ketentuan tentang hak dan kewajiban suami istri, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama.
- Bab VII memuat seluk beluk harta benda dalam perkawinan. Pembahasan mengenai seluk beluk harta benda dalam perkawinan tersebut meliputi ketentuan tentang harta benda bawaan suami istri
- Bab VIII memuat seluk belum putusnya perkawinan serta akibatnya. Pembahasan mengenai putusnya perkawinan serta akibatnya tersebut meliputi ketentuan tentang putusnya perkawinan serta akibat-akibatnya.
- Bab IX memuat tentang kedudukan anak. Pembahasan mengenai tentang kedudukan anak tersebut meliputi ketentuan tentang tentang kedudukan anak yang sah dan ketentuan tentang anak yang dilahirkan di luar perkawinan..
- Bab X memuat tentang hak dan kewajiban orang tua dan anak. Pembahasan mengenai hak dan kewajiban orang tua dan anak tersebut meliputi ketentuan tentang hak dan kewajiban orang tua serta anak.
- Bab XI memuat hal-hal tentang perwalian. Pembahasan mengenai hal-hal tentang perwalian tersebut meliputi ketentuan tentang perwalian bagi anak yang belum mencapi usia 18 tahun dan tidak berada di bawah kekuasaan orang tuanya.
- Bab XII memuat berbagai ketentuan-ketentuan lain.
- Bab XIII memuat berbagai ketentuan perwalian
- Bab XIV adalah penutup
- Pencatatan Perkawinan
Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Pasal
2 Ayat (2) dinyatakan bahwa, “Tiap-tiap perkawinan dicacat menurut peraturan
perundang-undangan yang berlaku”
- Sahnya Perkawinan
Dalam undang-undang nomor 1 tahun 1974 pasal
2 ayat (1) ditegaskan bahwa perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut
hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu.
- Tujuan Perkawinan
Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Pasal
1 dinyatakan bahwa perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria
dengan wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia
dan kekal berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa.
- Batasan-batasan
Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Pasal
3 Ayat (1) dan (2) dinyatakan bahwa, “ Pada asasnya dalam suatu perkawinan
seorang pria hanya boleh mempunyai seorang istri. Seorang wanita hanya boleh
mempunyai seorang suami”
Pengadilan dapat memberi izin kepada seorang
suami untuk beristri lebih dari seorang apabila dikehendaki oleh pihak-pihak
yang bersangkutan. Selanjutnya, pada pasal 4 dan 5 ditegaskan bahwa dalam hal
seorang suami akan beristri lebih dari seorang, ia wajib mengajukan permohonan
kepada pengadilan di daerah tempat tinggalnya.
Pengadilan akan
memberi izin berpoligami apabila
a.
istri tidak dapat menjalankan
kewajibannya sebagai istri
b.
istri mendapat cacat badan atau
peyakit yang tidak dapat disembuhkan
c.
istri tidak dapat melahirkan
keturunan.
Dalam mengajukan permohonan poligami, suami
harus memenuhi syarat-syarat, yaitu
a.
persetujuan dari istri:
b.
kepastian bahwa suami akan
mampu menjamin keperluan istri-istri dan anak-anaknya;
c.
jaminan bahwa suami akan
berlaku adil terhadap istri-istri dan anak-anaknya.
Sangat membantu. Thanks
BalasHapus