Senin, 22 Juni 2015

Sunan Gunung Jati



SUNAN GUNUNG JATI
(SYARIF HIDAYATULLAH)

Syarif Hidayatullah adalah sorang anak dari Raja Mesir yaitu Sultan Syarif Abdullah dan istrinya Syarifah Mudaim (Rarasantang) yang merupakan putri dari Prabu Siliwangi. Syarif Hidayatullah dan ibunya Syarifah Mudaim datang ke Negeri Caruban Larang, Jawa Barat pada tahun 1475 sesudah mampir dulu di Gujarat dan Pasai untuk menambah pengalaman. Syarif Hidayatullah dan ibunya tinggal di Pasambangan atau Gunungjati, mereka membuka pesantren Gunngjati hingga kemudian dari Syarif Hidayatullah dikenal sebagai Sunan Gunungjati.
Starif Hidayatullah menikah dengan Nyi Pangkuwati anak dari Pangeran Cakrabuana. Pada tahun 1479 karena usianya sudah lanjut Pangeran Cakrabuana menyerahkn kekuasaan kepada Syarif Hidayatullah dan diberi gelar sunan yang artinya orang yang dijunjung tinggi.
Disebutkan pada tahn pertama pemerinahannya Sunan Gunungjati berkunjung ke Pajajaran untuk mengunjungi kakeknya yaitu Prabu Siliwangi. Sang Prabu diajak masuk Isam kembali tapi tidak mau.Meski menolak masuk Islam, tapi Prabu Siliwangi tidak menghalangi cucunya untuk menyiarkan Agama Islam di Pajajaran. Suanan Gunungjati kemudian melanjutka perjalanan menuju Serang. Penduduk Serang sudah ada yang masuk Islam, dikarenakan suah ada pedagang Arab dan gujarat yang sering singgah ke tempat itu. Kedatangan Sunan Gunungjati disambut baik oleh Adipati Banten. Bahkan Sunan gunungkjati dijodohkan dengan putri adipati Banten yaitu Nyi Kawungten.
Dari perkawinan inilah kemudian Sunan Gunungjati dikaruniani dua orang anak dan bernama Nyi Ratu Winangon dan Pangera Sebangkingking. Dalam menyebarkan Agama Islam di Pulau Jawa, Sunan Gunungjati tidak sendirian, beliau sering ikut bermusyawarah dengan anggota wali lainya di Masjid Demak. Dri pergaulannya dengan sultan Demak dan wali lainya, akhirnya Sunan Gunungjati mendirikan Kesultanan Pakungwatii dan ia menyatakan sebagai raja pertama dengan gelar Sultan.
Dengan berdirinya Kesultanan tersebut Cireon tidak perlu mengirimkan upeti kepada Pajajaran yang biasana disalurkan lewat Kadipaten Galuh. Tindakan ini dianggap membangkang oleh raja Pajajaran. Raja Pajajaran tidak peduli siapa yang berdiri dibalik Kesultanan Cirebon itu, maka dikiramkannya pasukan prajurit  yang dipimpin oleh Ki Jagabaya. Tugas mereka adalah menangkap Sunan Gunungjati yang dianggap lancang mengangjat diri sebagai raja tandingan Pajajaran. Tapi usaha ini tidak berhasil, Ki Jagabaya dan perajuritnya malah tidak kembali ke Pajajaran. Mereka masuk Islam dan menjadi pengikut Sunan Gunungjati.
Dengan bergabungnya prajurit dan perwira pilihan Cirebon maka makin bertambah besarlah pengaruh Kesultanan Pakungwati. Daerah-daerah seperti : Surakarta, Japura, wanagiri, Telaga, dan lain-lain, menyatakan diri menjadi wilayah kesultanan Cirebon. Lebih-lebih dengan diperluasnya Pelabuhan Muara Jati, makin besarlah pengaruh Kesultanan Cirebon. Banyak pedagang besar dari negeri asing datang menjalin persahabatan, diantarannya dari negeri Tiongkok.
Salah seorang keluarga istana Cirebon menikah dengan pembesar dari Negeri Cina yang berkunjung ke Cirebon yaitu Ma Huan. Maka jalinan antara Cirebon dan Negeri Cina makin erat. Bahakan Sunan Gunungjati pernah diundang ke Negeri Cina dan menikah dengan Putri Kaisar Cina yang bernama Putri Ong Tien.Kaisar Cina yang pada saat itu dari Dinasti Ming juga beragama Islam. Dengan pernikahan itu sang kaisar ingin menjalin erat hubungan baik antara Cirebon dengan Negeri Cina, hal ini ternyata meneguntungkan  Negeri Cina untuk dimanfaatkan dalam dunia perdagangan.
Sesudah menikah dengan Sunan Gunungjati, Putri Ong Tien diganti namanya menjadi Nyi Ratu Rara Semanding. Kaisar ayah Putri Ong Tien ini membekali putrinya dengan harta benda yang tidak sedikit, sebagian besar barang-barang  peninggalan Putri Ong Tien yang dibawa dari Negeri Cina itu sampai sekarang masih ada dan tersimpan di tempat yang aman. Istana dan Masjid Cirebon kemudian dihiasi dan diperluas lagi dengan motif-motif hiasan dinding dari Negeri Cina.
Masjid Agung Sang Ciptarasa dibangun pada tahun 1480 atas prakarsa Nyi Ratu Pakuwati atau istri Sunan Gunungjati. Dari pembangunan masjid itu melibatkan banyak pihak, diantaranya Wali Songo dan sejumlah tenaga ahli yang dikirim oleh Raden Patah. Dalam pembangunan itu Sunan Kalijaga mendapat penghormatan untuk mendirikan Soko Tatal sebagai lambang persatuan umat.
Selain membangu masjid, diteruskan dengan membangun jalan-jalan raya yang menghubungkan Cirebon dengan daerah-daerah Kadipaten lannya untuk memperluas pengembangan Islam di seluruh Tanah Pasundan. Prabu Siliwangi hanya dapat menahan diri atas perkembangan wilayah Cirebon yang semakin luas itu. Bahkan wilayah Pajajaran itu sudah semakin terhimpit.
Pada tahun 1511 Malaka diduduki oleh Bangsa Portugis. Selanjutnya mereka ingin meka ingi meluaskan kekuasaannya ke Pulau Jawa .Pelabuhan Sunda kelapa 7ang jadi incaran mereka untuk menancapkan kuku penjajahan. Demak Bintoro  tahu bahaya besar yang mengancam kepulauan Nuasntara. Oleh karena itu Raden patah mengirim Adipati unus atau Pangeran Sabrang lor untuk menyerang Portugis di Malaka. Tapi usaha itu tak membuahkan hasil, persenjataan Portgis terlalu lengkap, dan mereka terlanjur mendirikan benteng yang kuat di Malaka. Keteika Adaipati Unus kembali ke Jawa, seorang pejuang dari Pasai (Malaka) bernaman Fatahillah ikut berlayar ke Pulau Jawa.Pasai sudah tidak aman lagi bagi mubalig seperti Fatahillah karena beliau ingin menyebarkan Agama Islam di Tanah Jawa.
Raden Patah wafat pada tahun 1518, kedudukannya digantikan oleh Adipati Unus atau Pangeran Sabrang Lor. Baru saja beliau dinobatkan munculah pemberontakan-pemberontakan dari daerah pedalaman, didalan usaha mendamaikan pemberontakan itu Pangeran Sabrang Lor meninggal dunia, gugus sebagai pejuang sahid. Pada tahun 1521 Sultan Demak dipegang oleh Raden Trenggana putra Raden Patah yang ke tiga.Di dalam pemenrintahan Sultan Trenggana inilah Fatahillah diangkat sebagai Panglima perang yang akan ditugaskan mengusir Portugis di Sunda Kelapa.
Fatahillah pernah berpengalaman melawan Portugis di Malaka, dan sekarang harus mengangkat senjata lagi. Dari dema mula-mula pasukan yang dipimpinnya menuju Cirebon. Pasuakan gabungan Demak Cirebon itu kemudian menuju Sunda Kelapa yang sudah dijarah Portugis atas bantuan Pajajaran. Pajajaran membantu Portugis karena merasa iri dan dendam pada perkembangan Cirebonyang semakin luas, ketika Portugis menjanjikan bersedia membantu merebut wilayah Pajajaran yang dikuasai Cirebon, maka raja Pajajaran menyetujuinya. Sunan Gunungjati tidak ikut dalam pertempuran karena dia tahu bahwa dalam perang tersebut dia harus melawan kakeknya sendiri, sehingga memerintahkan Fatahillah.
Pengalaman adalah guru terbaik, dari pengalamannya bertempur di Malaka, tahulah Fatahillah titik-titik kelemahan tentara dan siasat Portugis. Itu sebabnya dia dapat memberi komando dengan tepat dan setiap serangan Demak-Cirebon selalu membawa hasil gemilang. Akhirnya Portugis dan Pajajaran kalah, Portugis kembali ke Malaka, sedangkan tentara Pajajaran cerai berai tak menentu arahnya.
Selanjutnya Fatahillah diitugaskan mengamankan Banten dari gangguan para pemberontak yaitu sisa-sisa prajurit Pajajaran. Usaha ini tidak menemui kesulitan kerena Fatahillah dibantu Putra Sunan Gunungjati yang bernama Pangeran Sabakingking. Kemudian hari Pangeran Sabakingking ini menjadi penguasa Banten dengan gelar Pangeran Hasanudin. Fatahilah kemudian diangkat sebagai Adipati di Sunda Kelapa. Sunda Kelapa berubah nama menjadi Jayakarta. Fatahillah tidak dapat tinggal lama di Jayakarta, karena Sunan Gunungjati selaku Sultan Cirebon telah memanggilnya untuk meluaskan daerah Cirebon agar Islam lebih merata di Jawa Barat.
Berturut-turut Fatahilah dapat menaklukan daerah Talaga sebuah negara kecil yang dikuasai raja Budha bernama Prabu Pacukuman. Kemudian Kerajaan Galuh yang hendak meneruskan kebesaran Pajajaran lama. Raja Galuh ini bernama Prabu Cakraningrat dengan senopatinya yang terkenal yaitu Aria Kiban. Tapi Galuh tak dapat membendung kekuatan Cirebon, dan akhirnya raja da senopatiya tewas dalam perang itu.
Kemenangan demi kemenangan berhasil diraih Fatahillah. Akhirnya Sunan Gunungjati memanggil ulama dari Pasai itu ke Cirebon. Sunan Gunungjati menjodohkan Fatahillah denagan Ratu Wulan Ayu. Sementara kedudukan Fatahillah sebagai Adipati Jayakarta diserahkan kepada Ki Bgus Angke. Ketika usia Sunan Gunungjati sudah mulai tua, beliau menagngkat putrannya yaitu Pangeran Muhammad Arifin sebagai Sultan Cirebon ke dua, dengan gelar , Pangeran Pasara Pasarean. Fatahillah yang diCirebon sering disebut Tubagu atau Kiyai Bagus Pasai diangkat menjadi penasihat Sultan.
Suanan Gunungjati lebih memuastkan diri pada penyiaran dakwah Islam di Gunungjati atau Pesantren Pasambangan. Namun lima tahun sejak pengangkatannya mendadak Pangeran Muhammad Arifi meninggal dunia mendahului ayahandanya. Kedudukan Sultan kemudian diberikan kepada Pangeran Sebakingking yang bergelan Sultan Maulana Hasnudin, dengan kedudukannya di Banten.
Sedangkan Cirebon walaupun masih tetep digunakan sebagai kasultanan tapi sultannya hanya bergelar Adipati, yaitu adipati Cirebon 1. Beliau adalah menantu dari Fatahillah yang diangkat sebagai Sultan Cirebon oleh Sunan Gunungjati. Nama asliya adalah Adipati Aria Kamunung. Suanan Gunungjati wafat pada tahun 1568 dalam usia 120 tahun. Bersama ibunya dan Pangeran Cakrabuana beliau dimakamkan di Gunung Sembung. Dua tahu kemudian wafat pula Kiyai Bagus Pasai, Fatahillah dimakamkan ditempat yang sama. Makam kedua tokoh itu berdampingan, tanpa diperantari apapun juga.

1 komentar: