SUNAN
GUNUNG JATI
(SYARIF
HIDAYATULLAH)
Syarif Hidayatullah
adalah sorang anak dari Raja Mesir yaitu Sultan Syarif Abdullah dan istrinya
Syarifah Mudaim (Rarasantang) yang merupakan putri dari Prabu Siliwangi. Syarif
Hidayatullah dan ibunya Syarifah Mudaim datang ke Negeri Caruban Larang, Jawa
Barat pada tahun 1475 sesudah mampir dulu di Gujarat dan Pasai untuk menambah
pengalaman. Syarif Hidayatullah dan ibunya tinggal di Pasambangan atau
Gunungjati, mereka membuka pesantren Gunngjati hingga kemudian dari Syarif
Hidayatullah dikenal sebagai Sunan Gunungjati.
Starif Hidayatullah
menikah dengan Nyi Pangkuwati anak dari Pangeran Cakrabuana. Pada tahun 1479
karena usianya sudah lanjut Pangeran Cakrabuana menyerahkn kekuasaan kepada
Syarif Hidayatullah dan diberi gelar sunan yang artinya orang yang dijunjung
tinggi.
Disebutkan pada tahn
pertama pemerinahannya Sunan Gunungjati berkunjung ke Pajajaran untuk
mengunjungi kakeknya yaitu Prabu Siliwangi. Sang Prabu diajak masuk Isam
kembali tapi tidak mau.Meski menolak masuk Islam, tapi Prabu Siliwangi tidak
menghalangi cucunya untuk menyiarkan Agama Islam di Pajajaran. Suanan
Gunungjati kemudian melanjutka perjalanan menuju Serang. Penduduk Serang sudah
ada yang masuk Islam, dikarenakan suah ada pedagang Arab dan gujarat yang
sering singgah ke tempat itu. Kedatangan Sunan Gunungjati disambut baik oleh
Adipati Banten. Bahkan Sunan gunungkjati dijodohkan dengan putri adipati Banten
yaitu Nyi Kawungten.
Dari perkawinan inilah
kemudian Sunan Gunungjati dikaruniani dua orang anak dan bernama Nyi Ratu
Winangon dan Pangera Sebangkingking. Dalam menyebarkan Agama Islam di Pulau
Jawa, Sunan Gunungjati tidak sendirian, beliau sering ikut bermusyawarah dengan
anggota wali lainya di Masjid Demak. Dri pergaulannya dengan sultan Demak dan
wali lainya, akhirnya Sunan Gunungjati mendirikan Kesultanan Pakungwatii dan ia
menyatakan sebagai raja pertama dengan gelar Sultan.
Dengan berdirinya
Kesultanan tersebut Cireon tidak perlu mengirimkan upeti kepada Pajajaran yang
biasana disalurkan lewat Kadipaten Galuh. Tindakan ini dianggap membangkang
oleh raja Pajajaran. Raja Pajajaran tidak peduli siapa yang berdiri dibalik
Kesultanan Cirebon itu, maka dikiramkannya pasukan prajurit yang dipimpin oleh Ki Jagabaya. Tugas mereka
adalah menangkap Sunan Gunungjati yang dianggap lancang mengangjat diri sebagai
raja tandingan Pajajaran. Tapi usaha ini tidak berhasil, Ki Jagabaya dan perajuritnya
malah tidak kembali ke Pajajaran. Mereka masuk Islam dan menjadi pengikut Sunan
Gunungjati.
Dengan bergabungnya
prajurit dan perwira pilihan Cirebon maka makin bertambah besarlah pengaruh
Kesultanan Pakungwati. Daerah-daerah seperti : Surakarta, Japura, wanagiri,
Telaga, dan lain-lain, menyatakan diri menjadi wilayah kesultanan Cirebon.
Lebih-lebih dengan diperluasnya Pelabuhan Muara Jati, makin besarlah pengaruh
Kesultanan Cirebon. Banyak pedagang besar dari negeri asing datang menjalin
persahabatan, diantarannya dari negeri Tiongkok.
Salah seorang keluarga
istana Cirebon menikah dengan pembesar dari Negeri Cina yang berkunjung ke
Cirebon yaitu Ma Huan. Maka jalinan antara Cirebon dan Negeri Cina makin erat.
Bahakan Sunan Gunungjati pernah diundang ke Negeri Cina dan menikah dengan
Putri Kaisar Cina yang bernama Putri Ong Tien.Kaisar Cina yang pada saat itu
dari Dinasti Ming juga beragama Islam. Dengan pernikahan itu sang kaisar ingin
menjalin erat hubungan baik antara Cirebon dengan Negeri Cina, hal ini ternyata
meneguntungkan Negeri Cina untuk
dimanfaatkan dalam dunia perdagangan.
Sesudah menikah dengan
Sunan Gunungjati, Putri Ong Tien diganti namanya menjadi Nyi Ratu Rara
Semanding. Kaisar ayah Putri Ong Tien ini membekali putrinya dengan harta benda
yang tidak sedikit, sebagian besar barang-barang peninggalan Putri Ong Tien yang dibawa dari
Negeri Cina itu sampai sekarang masih ada dan tersimpan di tempat yang aman.
Istana dan Masjid Cirebon kemudian dihiasi dan diperluas lagi dengan
motif-motif hiasan dinding dari Negeri Cina.
Masjid Agung Sang
Ciptarasa dibangun pada tahun 1480 atas prakarsa Nyi Ratu Pakuwati atau istri
Sunan Gunungjati. Dari pembangunan masjid itu melibatkan banyak pihak,
diantaranya Wali Songo dan sejumlah tenaga ahli yang dikirim oleh Raden Patah.
Dalam pembangunan itu Sunan Kalijaga mendapat penghormatan untuk mendirikan
Soko Tatal sebagai lambang persatuan umat.
Selain membangu masjid,
diteruskan dengan membangun jalan-jalan raya yang menghubungkan Cirebon dengan
daerah-daerah Kadipaten lannya untuk memperluas pengembangan Islam di seluruh
Tanah Pasundan. Prabu Siliwangi hanya dapat menahan diri atas perkembangan
wilayah Cirebon yang semakin luas itu. Bahkan wilayah Pajajaran itu sudah
semakin terhimpit.
Pada tahun 1511 Malaka
diduduki oleh Bangsa Portugis. Selanjutnya mereka ingin meka ingi meluaskan
kekuasaannya ke Pulau Jawa .Pelabuhan Sunda kelapa 7ang jadi incaran mereka
untuk menancapkan kuku penjajahan. Demak Bintoro tahu bahaya besar yang mengancam kepulauan
Nuasntara. Oleh karena itu Raden patah mengirim Adipati unus atau Pangeran
Sabrang lor untuk menyerang Portugis di Malaka. Tapi usaha itu tak membuahkan
hasil, persenjataan Portgis terlalu lengkap, dan mereka terlanjur mendirikan
benteng yang kuat di Malaka. Keteika Adaipati Unus kembali ke Jawa, seorang
pejuang dari Pasai (Malaka) bernaman Fatahillah ikut berlayar ke Pulau
Jawa.Pasai sudah tidak aman lagi bagi mubalig seperti Fatahillah karena beliau
ingin menyebarkan Agama Islam di Tanah Jawa.
Raden Patah wafat pada
tahun 1518, kedudukannya digantikan oleh Adipati Unus atau Pangeran Sabrang
Lor. Baru saja beliau dinobatkan munculah pemberontakan-pemberontakan dari
daerah pedalaman, didalan usaha mendamaikan pemberontakan itu Pangeran Sabrang
Lor meninggal dunia, gugus sebagai pejuang sahid. Pada tahun 1521 Sultan Demak
dipegang oleh Raden Trenggana putra Raden Patah yang ke tiga.Di dalam
pemenrintahan Sultan Trenggana inilah Fatahillah diangkat sebagai Panglima
perang yang akan ditugaskan mengusir Portugis di Sunda Kelapa.
Fatahillah pernah
berpengalaman melawan Portugis di Malaka, dan sekarang harus mengangkat senjata
lagi. Dari dema mula-mula pasukan yang dipimpinnya menuju Cirebon. Pasuakan
gabungan Demak Cirebon itu kemudian menuju Sunda Kelapa yang sudah dijarah
Portugis atas bantuan Pajajaran. Pajajaran membantu Portugis karena merasa iri
dan dendam pada perkembangan Cirebonyang semakin luas, ketika Portugis
menjanjikan bersedia membantu merebut wilayah Pajajaran yang dikuasai Cirebon,
maka raja Pajajaran menyetujuinya. Sunan Gunungjati tidak ikut dalam
pertempuran karena dia tahu bahwa dalam perang tersebut dia harus melawan
kakeknya sendiri, sehingga memerintahkan Fatahillah.
Pengalaman adalah guru
terbaik, dari pengalamannya bertempur di Malaka, tahulah Fatahillah titik-titik
kelemahan tentara dan siasat Portugis. Itu sebabnya dia dapat memberi komando
dengan tepat dan setiap serangan Demak-Cirebon selalu membawa hasil gemilang.
Akhirnya Portugis dan Pajajaran kalah, Portugis kembali ke Malaka, sedangkan
tentara Pajajaran cerai berai tak menentu arahnya.
Selanjutnya Fatahillah
diitugaskan mengamankan Banten dari gangguan para pemberontak yaitu sisa-sisa
prajurit Pajajaran. Usaha ini tidak menemui kesulitan kerena Fatahillah dibantu
Putra Sunan Gunungjati yang bernama Pangeran Sabakingking. Kemudian hari
Pangeran Sabakingking ini menjadi penguasa Banten dengan gelar Pangeran
Hasanudin. Fatahilah kemudian diangkat sebagai Adipati di Sunda Kelapa. Sunda
Kelapa berubah nama menjadi Jayakarta. Fatahillah tidak dapat tinggal lama di
Jayakarta, karena Sunan Gunungjati selaku Sultan Cirebon telah memanggilnya
untuk meluaskan daerah Cirebon agar Islam lebih merata di Jawa Barat.
Berturut-turut
Fatahilah dapat menaklukan daerah Talaga sebuah negara kecil yang dikuasai raja
Budha bernama Prabu Pacukuman. Kemudian Kerajaan Galuh yang hendak meneruskan
kebesaran Pajajaran lama. Raja Galuh ini bernama Prabu Cakraningrat dengan
senopatinya yang terkenal yaitu Aria Kiban. Tapi Galuh tak dapat membendung kekuatan
Cirebon, dan akhirnya raja da senopatiya tewas dalam perang itu.
Kemenangan demi
kemenangan berhasil diraih Fatahillah. Akhirnya Sunan Gunungjati memanggil
ulama dari Pasai itu ke Cirebon. Sunan Gunungjati menjodohkan Fatahillah
denagan Ratu Wulan Ayu. Sementara kedudukan Fatahillah sebagai Adipati
Jayakarta diserahkan kepada Ki Bgus Angke. Ketika usia Sunan Gunungjati sudah
mulai tua, beliau menagngkat putrannya yaitu Pangeran Muhammad Arifin sebagai
Sultan Cirebon ke dua, dengan gelar , Pangeran Pasara Pasarean. Fatahillah yang
diCirebon sering disebut Tubagu atau Kiyai Bagus Pasai diangkat menjadi
penasihat Sultan.
Suanan Gunungjati lebih
memuastkan diri pada penyiaran dakwah Islam di Gunungjati atau Pesantren
Pasambangan. Namun lima tahun sejak pengangkatannya mendadak Pangeran Muhammad
Arifi meninggal dunia mendahului ayahandanya. Kedudukan Sultan kemudian
diberikan kepada Pangeran Sebakingking yang bergelan Sultan Maulana Hasnudin, dengan
kedudukannya di Banten.
Sedangkan Cirebon
walaupun masih tetep digunakan sebagai kasultanan tapi sultannya hanya bergelar
Adipati, yaitu adipati Cirebon 1. Beliau adalah menantu dari Fatahillah yang
diangkat sebagai Sultan Cirebon oleh Sunan Gunungjati. Nama asliya adalah
Adipati Aria Kamunung. Suanan Gunungjati wafat pada tahun 1568 dalam usia 120
tahun. Bersama ibunya dan Pangeran Cakrabuana beliau dimakamkan di Gunung
Sembung. Dua tahu kemudian wafat pula Kiyai Bagus Pasai, Fatahillah dimakamkan
ditempat yang sama. Makam kedua tokoh itu berdampingan, tanpa diperantari
apapun juga.
Thanks
BalasHapus