Powered By Blogger

Senin, 31 Oktober 2016

Sejarah : Perkembangan Pendidikan Indonesia Pada Masa Demokrasi Terpimpin



Perkembangan Pendidikan Indonesia 1959-1965 (Demokrasi Terpimpin)

1. Undang-Undang Dasar
Pendidikan kembali berlandaskan pada UUD 1945
2. Tujuan dan Dasar Pendidikan
Keputusan Presiden RI No. 145 Tahun 1965 menetapkan bahwa tujuan pendidikan nasional adalah melahirkan warga yang sosialis, yang bertanggungjawab atas terselenggaranya masyarakat sosialis Indonesia, adil dan makmur baik spiritual maupun material dan yang berjiwa pancasila.
Tap MPRS No II/MPRS/1960 menyatakan bahwa politik dan system pendidikan nasional kita baik yang diselenggarakan oleh pihak pemerintah maupun oleh pihak swasta, dari pendidikan pra-sekolah sampai pendidikan tinggi, supaya melahirkan warga Negara yang berjiwa pancasila
3. Sistem Persekolahan
Dikeluarkannya Keputusan Presiden No. 1454 Tahun 1965 tentang nama dan rumusan Induk Sistem Pendidikan Nasional. gagasan yang diusulkan antara lain:
a. Pendidikan Nasional adalah Pendidikan bangsa (nation Building) yaitu Pendidikan yang mempertimbangkan dan membangun suatu bangsa.
b. Pendidikan Nasional Indonesia adalah pendidikan sevara spiritual membina bangsa yang berpancasila dan melaksanakan UUD 1945, Sosialisme Indonesia, Demokrasi Terpimpin, Kepribadin Indonesia dan merealisasikan ketiga kerangka tujuan revolusi Indonesia.
c. Sistem Pendidikan
Konsep struktur persekolahan
1) Sekolah Taman Kanak-Kanak, merupakan persiapan bagi sekolah dasar dengan pembelajaran yang mempertimbangkan perkembangan anak, materi yang tidak terlalu formal dan mengikat, serta lingkungan social yang menunjang.
2) Sekolah Dasar, sebagai pendidikan pertama yang memberi dasar pengetahuan dan moral.
3) Sekolah Menengah Pertama, pembelajarannya masih bersifat umum meskipun ada beberapa diferensiasi pelajaran agar menunjang keterampilan siswa.
4) Sekolah Menengah Atas, merupakan pendidikan pembentukan kejuruan tetapi pembentukan umum belum dihilangkan. Lama pembelajarannya 4 tahun.
5) Universitas, pendidikan yang bersifat akademis sudah tebagi dalam jurusannya masing-masing.
4. Penyelenggaraan Pendidikan, diselenggarakan dalam bentuk:
a. Sapta Usaha Tama, merupakan intruksi dari kementrian pendidikan tanggal 17 agustus 1959 yang terdiri dari penertiban aparatur dan usaha-usaha kementrian pendidikan, penggiatan seni dan olah raga, pengharusan penabungan dan usaha halaman serta usaha koperasi, mengadakan kelas masyarakat dan membentuk regu kerja di kalangan SLA dan Universitas.
b. Panca Wardana atau lima pokok perkembangan yang ditetapkan 10 Oktober 1960. terdiri dari perkembangan moral dan nasionalisme, intelegensia, emosi, keterampilan dan jasmani.
c. Panitia Pembantu Pemeliharaan Sekolah dan Perkumpulan Orang Tua Murid dan Guru (POMG)
Keputusan menteri Nomor 58438/Kab, Jakarta 6 Desember 1954, menetapkan panitia yang terdiri dari guru, orang tua, murid untuk memelihara sekolah dengan usaha melakukan pertemuan-pertemuan antara panitia, serta membantu guru dan murid yang belum tercukupi oleh pemerintah. Namun panitia tidak ikut campur dalam hal pengajaran.
d. Pendidikan Masyarakat
Tugas pendidikan masyarakat kurang lebih yaitu memimpin, mengawasi jalannya suatu pendidikan, baik dari bidang akademik maupun di bidang non akademik.
e. Perguruan Tinggi
Menurut UU No.2 tahun 1961. perguruan tinggi adalah lembaga ilmiah yang mempunyai tugas menyelenggarakan pendidikan dan pengajaran di atas perguruan tinggi menengah, dan yang memberikan pendidikan dan pengajaran berdasarkan kebudayaan kebangsaan Indonesia dengan cara ilmiah, dengan tujuan membentuk manusia susila, sehingga dapat melahirkan tenaga yang cakap, serta mampu melakukan penelitian dan usaha kemajuan di lapangan.
Penyelenggara perguruan tinggi yaitu pemerintah dan badan hukum swasta. Di dalam perguruan tinggi hak berorganisasi mahasiswa diakui oleh peraturan pemerintah. Perguruan tinggi berbentuk universitas, Institut, Sekolah Tingi, Akademi, yang ditetapkan oleh pemerintah.
Peguruan Tinggi Pendidikan Guru (PTPG) dimasukkan ke dalam universitas sebagai Fakultas Kaguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) yang bertujuan untuk mendidik calon guru sekolah lanjutan. Namun ternyata FKIP tidak sesuai harapan, sehingga dibentuk Institut Pendidikan Guru (IPG). Yang pada akhirnya presiden menetapkan peleburan FKIP dan IPG menjadi Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP).
f. Kurikulum
1) Kurikulum SD
Sekolah Rakyat diubah menjadi Sekolah Dasar pada tahun 1964, yang memiliki struktur program yaitu SD yang menggunakan bahasa daerah dari kelas satu sampai tiga, dan yang kedua, SD yang menggunakan bahasa Indonesia dari kelas satu.
Kurikulum SD terdiri dari bidang study, wardhana perkembangan moral, perkembangan kecerdasan, perkembangan emosional, perkembangan keprigelan serta perkembangan jasmani.
2) Kurikulum SMP
Kurikulum SMP pada masa demokrasi terpimpin, mengalami perubahan kurikulum SMP 1967, disebut pula kurikulum SMP Gaya Baru. Yang terdiri atas kelompok dasar, kelompok cipta, kelompok rasa/karsa serta krida.
3) Kurikulum SMA
Pada saat demoktasi terpimpin, kurikulum SMA mengalami tiga kali perubahan, yaitu pada tahun 1952, 1961 dan 1964. Tahun 1952 kurikulum SMA terdiri dari bagian A (bahasa/sastra), B (Ilmu pasti dan alam) dan bagian C (ekonomi).
Kurikulum 1961, mengubah tujuan SMA menjadi sekolah untuk mengembangkan minat dan bakat, yang menggolongkan mata pelajaran menjadi empat, yaitu kelompok dasar, khusus, penyerta dan prakarya. Kurikulum ini pun mengubah penjurusan SMA yang dilakukan di kelas tiga.
4) Kurikulum Sekolah Keguruan
SGB dihapus menjadi SMTP, SGA diubah menjadi Sekolah Pendidikan Guru (SPG), sehingga SPG mendidik calon guru sekolah dasar dan taman kanak-kanak.

Bahasa Jawa : Surjan




SURJAN
Surjan iku busana adat Yogyakarta. Surjan digawe dening Sunan Kalijaga inspirasi dening model busana ing wektu mbiyen lan salajengipun digunakake dening Mataram. Surjan busana kanggo wong lanang lengan panjang, digawe saka lurik utawa cita-cita ngrembaka. Surjan wangun Tembung Garba (kombinasi saka loro utawa luwih tembung) sing ing tembung suraksa-Janma (manungsa). Surjan miturut siji kertas diterbitake dening sisih : Dwarapura Sultan Palace asalé saka siro term + jan tegese lamp utawa sing menehi cahya.
Sandhangan surjan bisa disebut sandhangan "takwa", amarga iku ing sandhangan filsafat surjan sing makna, antarane wong-wong mau: gulu klambi benik surjan 3 pasangan (6 wiji) kabeh kang ilustrasi rukun iman. Saliyane surjan uga ana rong benik ing dodo kiwa lan tengen. Iku simbol saka syahadat. Kejabi iku, ana telung benik  ing nang dada cedek padharan sing dumunung ditutup (ora katon) ing njaba kang nggambaraké telu jinis kepinginan manungsa sing kudu kontrol nafsu. Dadi jenis busana utawa sandhangan ora mung kanggo fashion lan nutup awak supaya ora kepanasen lan kedhemen uga kanggo gaya , nanging nduwèni makna filosofis.
Ana rong jenis surjan, yaiku surjan lurik lan surjan Ontrokusuma. Surjan ngandika lurik amarga belang, nalika surjan Ontrokusuma kanggo babagan (kusuma). Jenis lan pola kain digunakake kanggo nggawe surjan ora sedingae utawa kain lurik digawe ing negara, nanging kanggo surjan Ontrokusuma digawe saka kain sutra mawa corak warna kembang. Surjan ontrokusuma khusus minangka sandhangan saka bangsawan Mataram, nalika seragam kraton kanggo perwira nganti prajurit, surjan seragam nggunakake kain lurik ing negara, karo pola lurik (terus garis). Kanggo mbedakake hirarki / posisi kiwane, ditondoi utawa bentenaken saka motif belang gedhe-cilik, ing werna saka kain basa lan warni lurik luriknya. Sing luwih luriknya tegese posisi sing luwih; utawa luriknya cilik tegese posisi ngisor. Kajaba iku, ing warna lan rasukan warni luriknya bakal nuduhake pangkat (jurusan / kamulyan) minangka sesebutan kabangsawanan.Panggunan surjan digabungake karo blangkon "mondolan" ing nggeret. Biyèn jaman mondolan kraton kanggone supaya rambute katon apik.











 











SOSIOLOGI : Perubahan yang Tidak Dikehendaki



PERUBAHAN SOSIAL YANG TIDAK DIKEHENDAKI

1.      Pengertian perubahan sosial yang tidak dikehendaki
Perubahan yang tidak dikehendaki adalah perubahan yang berlangsung di luar kehendak dan pengawasan masyarakat. Perubahan ini biasanya menimbulkan pertentangan yang merugikan kehidupan masyarakat yang bersangkutan. Misalnya, kecenderungan untuk mempersingkat prosesi adat pernikahan yang memerlukan biaya besar dan waktu lama meskipun perubahan ini tidak dikehendaki masyarakat tapi tidak sanggup untuk menghindarinya. apabila perubahan-perubahan yang tidak dikehendaki tersebut berlangsung bersamaan dengan suatu perubahan yang dikehendaki, maka perubahan tersebut mungkin mempunyai pengaruh yang demikian besarnya terhadap perubahan-perubahan yang dikehendaki, sehingga keadaan tersebut tidak mungkin dirubah tanpa mendapat halangan-halangan dari masyarakat itu sendiri. Atau dengan perkataan lain, perubahan yang dikehendaki diterima oleh masyarakat dengan cara mengadakan perubahan-perubahan pada lembaga-lembaga kemasyarakatan yang telah ada, atau dengan cara membentuk yang baru. Seringkali pula terjadi bahwa perubahan yang dikehendaki bekerjasama (saling menerima) dengan perubahan yang tidak dikehendaki dan kedua proses tersebut akhirnya saling pengaruh-memengaruhi.
2.      Dampak perubahan sosial yang tidak dikehendaki
Ada dua dampak dalam perubahan sosial yang tidak dikehendaki.Dampak positif dalam perubahan sosial menunjukkan bahwa memberikan pengaruh dalam kemajuan kehidupan masyarakat. Sedangkan dampak negatif dalam perubahan sosial menunjukkan kerugian yang dialami oleh masyarakat, baik itu kerugian material maupun non material.
3.      Contoh perubahan sosial yang tidak dikehendaki pemukiman kumuh.
a. Pengertian pemukiman kumuh
 Permukiman Kumuh ialah kawasan yang proses pembentukannya karena keterbatasan kota dalam menampung perkembangan kota sehingga timbul kompetisi dalam menggunakan lahan perkotaan. Sedangkan kawasan permukiman berkepadatan tinggi merupakan embrio permukiman kumuh.
b. Karakteristik Permukiman Kumuh
1. Mandiri dan produktif dalam banyak aspek, namun terletak pada tempat yang perlu dibenahi.
2. Keadaan fisik hunian minim dan perkembangannya lambat. Meskipun terbatas, namun masih dapat ditingkatkan.
3. Para penghuni lingkungan permukiman kumuh pada umumnya bermata pencaharian tidak tetap dalam usaha non formal dengan tingkat pendidikan rendah
4. Pada umumnya penghuni mengalami kemacetan mobilitas pada tingkat yang paling bawah, meskipun tidak miskin serta tidak menunggu bantuan pemerintah, kecuali dibuka peluang untuk mendorong mobilitas tersebut.
5. Ada kemungkinan dilayani oleh berbagai fasilitas kota dalam kesatuan program pembangunan kota pada umumnya.
6. Kehadirannya perlu dilihat dan diperlukan sebagai bagian sistem kota yang satu, tetapi tidak semua begitu saja dapat dianggap permanen.
c. Sebab dan Proses Terbentuknya Permukiman Kumuh
1. Sebab Terbentuknya Permukiman Kumuh
Dalam perkembangan suatu kota, sangat erat kaitannya dengan mobilitas penduduknya. Masyarakat yang mampu, cenderung memilih tempat huniannya keluar dari pusat kota. Sedangkan bagi masyarakat yang kurang mampu akan cenderung memilih tempat tinggal di pusat kota, khususnya kelompok masyarakat urbanisasi yang ingin mencari pekerjaan dikota. Kelompok masyarakat inilah yang karena tidak tersedianya fasilitas perumahan yang terjangkau oleh kantong mereka serta kebutuhan akan akses ke tempat usaha, menjadi penyebab timbulnya lingkungan pemukiman kumuh di perkotaan.
Latar belakang lain yang erat kaitannya dengan tumbuhnya permukiman kumuh adalah akibat dari ledakan penduduk di kota-kota besar, baik karena urbanisasi maupun karena kelahiran yang tidak terkendali. Lebih lanjut, hal ini mengakibatkan ketidakseimbangan antara pertambahan penduduk dengan kemampuan pemerintah untuk menyediakan permukiman-permukiman baru, sehingga para pendatang akan mencari alternatif tinggal di permukiman kumuh untuk mempertahankan kehidupan di kota.
4. Proses Terbentuknya Permukiman Kumuh
Dimulai dengan dibangunnya perumahan oleh sektor non-formal, baik secara perorangan maupun dibangunkan oleh orang lain. Pada proses pembangunan oleh sektor non-formal tersebut mengakibatkan munculnya lingkungan perumahan kumuh, yang padat, tidak teratur dan tidak memiliki prasarana dan sarana lingkungan yang memenuhi standar teknis dan kesehatan.
5. Masalah-masalah yang Timbul Akibat Permukiman Kumuh
Perumahan kumuh dapat mengakibatkan berbagai dampak. Dari segi pemerintahan, pemerintah dianggap dan dipandang tidak cakap dan tidak peduli dalam menangani pelayanan terhadap masyarakat. Sementara pada dampak sosial, dimana sebagian masyarakat kumuh adalah masyarakat berpenghasilan rendah dengan kemampuan ekonomi menengah ke bawah dianggap sebagai sumber ketidakteraturan dan ketidakpatuhan terhadap norma-norma sosial.
Terbentuknya pemukiman kumuh, yang sering disebut sebagai slum area. Daerah ini sering dipandang potensial menimbulkan banyak masalah perkotaan, karena dapat merupakan sumber timbulnya berbagai perilaku menyimpang, seperti kejahatan, dan sumber penyakit sosial lainnya.
Penduduk di permukiman kumuh tersebut memiliki persamaan, terutama dari segi latar belakang sosial ekonomi-pendidikan yang rendah, keahlian terbatas dan kemampuan adaptasi lingkungan (kota) yang kurang memadai. Kondisi kualitas kehidupan yang serba marjinal ini ternyata mengakibatkan semakin banyaknya penyimpangan perilaku penduduk penghuninya. Hal ini dapat diketahui dari tatacara kehidupan sehari-hari, seperti mengemis, berjudi, mencopet dan melakukan berbagai jenis penipuan. Terjadinya perilaku menyimpang ini karena sulitnya mencari atau menciptakan pekerjaan sendiri dengan keahlian dan kemampuan yang terbatas, selain itu juga karena menerima kenyataan bahwa impian yang mereka harapkan mengenai kehidupan di kota tidak sesuai dan ternyata tidak dapat memperbaiki kehidupan mereka.
Mereka pada umumnya tidak cukup memiliki kamampuan untuk mendapatkan pekerjaan yang layak, disebabkan kurangnya keterampilan, tanpa modal usaha, tempat tinggal tak menentu, rendahnya penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, rendahnya daya adaptasi sosial ekonomi dan pola kehidupan kota. Kondisi yang serba terlanjur, kekurangan dan semakin memprihatinkan itu mendorong para pendatang tersebut untuk hidup seadanya, termasuk tempat tinggal yang tidak memenuhi syarat kesehatan.
Permukiman kumuh umumnya di pusat-pusat perdagangan, seperti pasar kota, perkampungan pinggir kota, dan disekitar bantaran sungai kota. Kepadatan penduduk di daerah-daerah ini cenderung semakin meningkat dengan berbagai latar belakang sosial, ekonomi, budaya dan asal daerah. Perhatian utama pada penghuni permukiman ini adalah kerja keras mencari nafkah atau hanya sekedar memenuhi kebutuhan sehari-hari agar tetap bertahan hidup, dan bahkan tidak sedikit warga setempat yang menjadi pengangguran. Sehingga tanggungjawab terhadap disiplin lingkungan, norma sosial dan hukum, kesehatan, solidaritas sosial, tolong menolong, menjadi terabaikan dan kurang diperhatikan.
Oleh karena para pemukim pada umumnya terdiri dari golongan-golongan yang tidak berhasil mencapai kehidupan yang layak, maka tidak sedikit menjadi pengangguran, gelandangan, pengemis, yang sangat rentan terhadap terjadinya perilaku menyimpang dan berbagai tindak kejahatan, baik antar penghuni itu sendiri maupun terhadap masyarakat lingkungan sekitanya. Kondisi kehidupan yang sedang mengalami benturan antara perkembangan teknologi dengan keterbatasan potensi sumber daya yang tersedia, juga turut membuka celah timbulnya perilaku menyimpang dan tindak kejahatan dari para penghuni pemukiman kumuh tersebut. Kecenderungan terjadinya perilaku menyimpang (deviant behaviour) ini juga diperkuat oleh pola kehidupan kota yang lebih mementingkan diri sendiri atau kelompokya yang acapkali bertentangan dengan nilai-nilai moral dan norma-norma sosial dalam masyarakat.
Perilaku menyimpang pada umumnya sering dijumpai pada permukiman kumuh adalah perilaku yang bertentangan dengan norma-norma sosial, tradisi dan kelaziman yang berlaku sebagaimana kehendak sebagian besar anggota masyarakat. Wujud perilaku menyimpang di permukiman kumuh ini berupa perbuatan tidak disiplin lingkungan seperti membuang sampah dan kotoran di sembarang tempat. Kecuali itu, juga termasuk perbuatan menghindari pajak, tidak memiliki KTP dan menghindar dari kegiatan-kegiatan kemasyarakatan, seperti gotong-royong dan kegiatan sosial lainnya. Bagi kalangan remaja dan pengangguran, biasanya penyimpangan perilakunya berupa mabuk-mabukan, minum obat terlarang, pelacuran, adu ayam, bercumbu di depan umum, memutar blue film, begadang dan berjoget di pinggir jalan dengan musik keras sampai pagi, mencorat-coret tembok/bangunan fasilitas umum, dan lain-lain. Akibat lebih lanjut perilaku menyimpang tersebut bisa mengarah kepada tindakan kejahatan (kriminal) seperti pencurian, pemerkosaan, penipuan, penodongan, pembunuhan, pengrusakan fasilitas umum, perkelahian, melakukan pungutan liar, mencopet dan perbuatan kekerasan lainnya.
Keadaan seperti itu cenderung menimbulkan masalah-masalah baru yang menyangkut: (a) masalah persediaan ruang yang semakin terbatas terutama masalah permukiman untuk golongan ekonomi lemah dan masalah penyediaan lapangan pekerjaan di daerah perkotaan sebagai salah satu faktor penyebab timbulnya perilaku menyimpang, (b) masalah adanya kekaburan norma pada masyarakat migran di perkotaan dan adaptasi penduduk desa di kota, (c) masalah perilaku menyimpang sebagai akibat dari adanya kekaburan atau ketiadaan norma pada masyarakat migran di perkotaan. Disamping itu juga pesatnya pertumbuhan penduduk kota dan lapangan pekerjaan di wilayah perkotaan mengakibatkan semakin banyaknya pertumbuhan pemukiman-pemukiman kumuh yang menyertainya dan menghiasi areal perkotaan tanpa penataan yang berarti.
Masalah yang terjadi akibat adanya permukiman kumuh ini, khususnya dikota-kota besar diantaranya wajah perkotaan menjadi memburuk dan kotor, planologi penertiban bangunan sukar dijalankan, banjir, penyakit menular dan kebakaran sering melanda permukiman ini. Disisi lain bahwa kehidupan penghuninya terus merosot baik kesehatannya, maupun sosial kehidupan mereka yang terus terhimpit jauh dibawah garis kemiskinan (Sri Soewasti Susanto, 1974)
Secara umum permasalahan yang sering terjadi di daerah permukiman kumuh adalah:
  1. ukuran bangunan yang sangat sempit, tidak memenuhi standard untuk bangunan layak huni
  2. rumah yang berhimpitan satu sama lain membuat wilayah permukiman rawan akan bahaya kebakaran
  3. sarana jalan yang sempit dan tidak memadai
  4. tidak tersedianya jaringan drainase
  5. kurangnya suplai air bersih
  6. jaringan listrik yang semrawut
  7. fasilitas MCK yang tidak memadai
4. Upaya Mengatasi Permukiman Kumuh
Kemiskinan merupakan salah satu penyebab timbulnya pemukiman kumuh di kawasan perkotaan. Pada dasarnya kemiskinan dapat ditanggulangi dengan adanya pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan pemerataan, peningkatan lapangan pekerjaan dan pendapatan kelompok miskin serta peningkatan pelayanan dasar bagi kelompok miskin dan pengembangan institusi penanggulangan kemiskinan. Peningkatan pelayanan dasar ini dapat diwujudkan dengan peningkatan air bersih, sanitasi, penyediaan serta usaha perbaikan perumahan dan lingkungan pemukiman pada umumnya.
Cara Mengatasi Permukiman Kumuh:
1. Program Perbaikan Kampung, yang ditujukan untuk memperbaiki kondisi kesehatan lingkungan dan sarana lingkungan yang ada.
2. Program uji coba peremajaan lingkungan kumuh, yang dilakukan dengan membongkar lingkungan kumuh dan perumahan kumuh yang ada serta menggantinya dengan rumah susun yang memenuhi syarat.