PERUBAHAN
SOSIAL YANG TIDAK DIKEHENDAKI
1.
Pengertian
perubahan sosial yang tidak dikehendaki
Perubahan
yang tidak dikehendaki adalah perubahan
yang berlangsung di luar kehendak dan pengawasan masyarakat. Perubahan ini biasanya menimbulkan
pertentangan yang merugikan kehidupan masyarakat yang bersangkutan. Misalnya, kecenderungan untuk
mempersingkat prosesi adat pernikahan yang memerlukan biaya besar dan waktu
lama meskipun perubahan ini tidak dikehendaki masyarakat tapi tidak sanggup
untuk menghindarinya. apabila perubahan-perubahan yang tidak dikehendaki
tersebut berlangsung bersamaan dengan suatu perubahan yang dikehendaki, maka
perubahan tersebut mungkin mempunyai pengaruh yang demikian besarnya terhadap
perubahan-perubahan yang dikehendaki, sehingga keadaan tersebut tidak mungkin
dirubah tanpa mendapat halangan-halangan dari masyarakat itu sendiri. Atau
dengan perkataan lain, perubahan yang dikehendaki diterima oleh masyarakat
dengan cara mengadakan perubahan-perubahan pada lembaga-lembaga kemasyarakatan
yang telah ada, atau dengan cara membentuk yang baru. Seringkali pula terjadi
bahwa perubahan yang dikehendaki bekerjasama (saling menerima) dengan perubahan
yang tidak dikehendaki dan kedua proses tersebut akhirnya saling pengaruh-memengaruhi.
2.
Dampak
perubahan sosial yang tidak dikehendaki
Ada dua dampak dalam perubahan
sosial yang tidak dikehendaki.Dampak positif dalam perubahan sosial menunjukkan
bahwa memberikan pengaruh dalam kemajuan kehidupan masyarakat. Sedangkan dampak
negatif dalam perubahan sosial menunjukkan kerugian yang dialami oleh
masyarakat, baik itu kerugian material maupun non material.
3.
Contoh
perubahan sosial yang tidak dikehendaki pemukiman kumuh.
a. Pengertian pemukiman kumuh
Permukiman Kumuh ialah kawasan yang proses
pembentukannya karena keterbatasan kota dalam menampung perkembangan kota
sehingga timbul kompetisi dalam menggunakan lahan perkotaan. Sedangkan kawasan
permukiman berkepadatan tinggi merupakan embrio permukiman kumuh.
b. Karakteristik Permukiman Kumuh
1. Mandiri dan
produktif dalam banyak aspek, namun terletak pada tempat yang perlu dibenahi.
2. Keadaan
fisik hunian minim dan perkembangannya lambat. Meskipun terbatas, namun masih
dapat ditingkatkan.
3. Para
penghuni lingkungan permukiman kumuh pada umumnya bermata pencaharian tidak
tetap dalam usaha non formal dengan tingkat pendidikan rendah
4. Pada umumnya
penghuni mengalami kemacetan mobilitas pada tingkat yang paling bawah, meskipun
tidak miskin serta tidak menunggu bantuan pemerintah, kecuali dibuka peluang
untuk mendorong mobilitas tersebut.
5. Ada
kemungkinan dilayani oleh berbagai fasilitas kota dalam kesatuan program
pembangunan kota pada umumnya.
6. Kehadirannya
perlu dilihat dan diperlukan sebagai bagian sistem kota yang satu, tetapi tidak
semua begitu saja dapat dianggap permanen.
c. Sebab
dan Proses Terbentuknya Permukiman Kumuh
1. Sebab
Terbentuknya Permukiman Kumuh
Dalam perkembangan suatu kota, sangat erat kaitannya dengan mobilitas
penduduknya. Masyarakat yang mampu, cenderung memilih tempat huniannya keluar
dari pusat kota. Sedangkan bagi masyarakat yang kurang mampu akan cenderung
memilih tempat tinggal di pusat kota, khususnya kelompok masyarakat urbanisasi
yang ingin mencari pekerjaan dikota. Kelompok masyarakat inilah yang karena tidak
tersedianya fasilitas perumahan yang terjangkau oleh kantong mereka serta
kebutuhan akan akses ke tempat usaha, menjadi penyebab timbulnya lingkungan
pemukiman kumuh di perkotaan.
Latar belakang lain yang erat kaitannya dengan
tumbuhnya permukiman kumuh adalah akibat dari ledakan penduduk di kota-kota
besar, baik karena urbanisasi maupun karena kelahiran yang tidak terkendali.
Lebih lanjut, hal ini mengakibatkan ketidakseimbangan antara pertambahan
penduduk dengan kemampuan pemerintah untuk menyediakan permukiman-permukiman
baru, sehingga para pendatang akan mencari alternatif tinggal di permukiman
kumuh untuk mempertahankan kehidupan di kota.
4. Proses
Terbentuknya Permukiman Kumuh
Dimulai dengan dibangunnya perumahan oleh sektor non-formal, baik secara
perorangan maupun dibangunkan oleh orang lain. Pada proses pembangunan oleh
sektor non-formal tersebut mengakibatkan munculnya lingkungan perumahan kumuh,
yang padat, tidak teratur dan tidak memiliki prasarana dan sarana lingkungan
yang memenuhi standar teknis dan kesehatan.
5. Masalah-masalah yang Timbul
Akibat Permukiman Kumuh
Perumahan kumuh dapat mengakibatkan berbagai dampak. Dari segi
pemerintahan, pemerintah dianggap dan dipandang tidak cakap dan tidak peduli
dalam menangani pelayanan terhadap masyarakat. Sementara pada dampak sosial,
dimana sebagian masyarakat kumuh adalah masyarakat berpenghasilan rendah dengan
kemampuan ekonomi menengah ke bawah dianggap sebagai sumber ketidakteraturan
dan ketidakpatuhan terhadap norma-norma sosial.
Terbentuknya pemukiman kumuh, yang sering disebut
sebagai slum area. Daerah ini sering dipandang potensial menimbulkan
banyak masalah perkotaan, karena dapat merupakan sumber timbulnya berbagai
perilaku menyimpang, seperti kejahatan, dan sumber penyakit sosial lainnya.
Penduduk di permukiman kumuh tersebut memiliki
persamaan, terutama dari segi latar belakang sosial ekonomi-pendidikan yang
rendah, keahlian terbatas dan kemampuan adaptasi lingkungan (kota) yang kurang
memadai. Kondisi kualitas kehidupan yang serba marjinal ini ternyata
mengakibatkan semakin banyaknya penyimpangan perilaku penduduk penghuninya. Hal
ini dapat diketahui dari tatacara kehidupan sehari-hari, seperti mengemis,
berjudi, mencopet dan melakukan berbagai jenis penipuan. Terjadinya perilaku
menyimpang ini karena sulitnya mencari atau menciptakan pekerjaan sendiri
dengan keahlian dan kemampuan yang terbatas, selain itu juga karena menerima
kenyataan bahwa impian yang mereka harapkan mengenai kehidupan di kota tidak
sesuai dan ternyata tidak dapat memperbaiki kehidupan mereka.
Mereka pada umumnya tidak cukup memiliki kamampuan
untuk mendapatkan pekerjaan yang layak, disebabkan kurangnya keterampilan,
tanpa modal usaha, tempat tinggal tak menentu, rendahnya penguasaan ilmu
pengetahuan dan teknologi, rendahnya daya adaptasi sosial ekonomi dan pola
kehidupan kota. Kondisi yang serba terlanjur, kekurangan dan semakin
memprihatinkan itu mendorong para pendatang tersebut untuk hidup seadanya,
termasuk tempat tinggal yang tidak memenuhi syarat kesehatan.
Permukiman kumuh umumnya di pusat-pusat perdagangan,
seperti pasar kota, perkampungan pinggir kota, dan disekitar bantaran sungai
kota. Kepadatan penduduk di daerah-daerah ini cenderung semakin meningkat
dengan berbagai latar belakang sosial, ekonomi, budaya dan asal daerah.
Perhatian utama pada penghuni permukiman ini adalah kerja keras mencari nafkah
atau hanya sekedar memenuhi kebutuhan sehari-hari agar tetap bertahan hidup,
dan bahkan tidak sedikit warga setempat yang menjadi pengangguran. Sehingga
tanggungjawab terhadap disiplin lingkungan, norma sosial dan hukum, kesehatan,
solidaritas sosial, tolong menolong, menjadi terabaikan dan kurang
diperhatikan.
Oleh karena para pemukim pada umumnya terdiri dari
golongan-golongan yang tidak berhasil mencapai kehidupan yang layak, maka tidak
sedikit menjadi pengangguran, gelandangan, pengemis, yang sangat rentan
terhadap terjadinya perilaku menyimpang dan berbagai tindak kejahatan, baik
antar penghuni itu sendiri maupun terhadap masyarakat lingkungan sekitanya.
Kondisi kehidupan yang sedang mengalami benturan antara perkembangan teknologi
dengan keterbatasan potensi sumber daya yang tersedia, juga turut membuka celah
timbulnya perilaku menyimpang dan tindak kejahatan dari para penghuni pemukiman
kumuh tersebut. Kecenderungan terjadinya perilaku menyimpang (deviant
behaviour) ini juga diperkuat oleh pola kehidupan kota yang lebih
mementingkan diri sendiri atau kelompokya yang acapkali bertentangan dengan
nilai-nilai moral dan norma-norma sosial dalam masyarakat.
Perilaku menyimpang pada umumnya sering dijumpai pada
permukiman kumuh adalah perilaku yang bertentangan dengan norma-norma sosial,
tradisi dan kelaziman yang berlaku sebagaimana kehendak sebagian besar anggota
masyarakat. Wujud perilaku menyimpang di permukiman kumuh ini berupa perbuatan
tidak disiplin lingkungan seperti membuang sampah dan kotoran di sembarang
tempat. Kecuali itu, juga termasuk perbuatan menghindari pajak, tidak memiliki
KTP dan menghindar dari kegiatan-kegiatan kemasyarakatan, seperti gotong-royong
dan kegiatan sosial lainnya. Bagi kalangan remaja dan pengangguran, biasanya
penyimpangan perilakunya berupa mabuk-mabukan, minum obat terlarang, pelacuran,
adu ayam, bercumbu di depan umum, memutar blue film, begadang dan berjoget di
pinggir jalan dengan musik keras sampai pagi, mencorat-coret tembok/bangunan
fasilitas umum, dan lain-lain. Akibat lebih lanjut perilaku menyimpang tersebut
bisa mengarah kepada tindakan kejahatan (kriminal) seperti pencurian,
pemerkosaan, penipuan, penodongan, pembunuhan, pengrusakan fasilitas umum,
perkelahian, melakukan pungutan liar, mencopet dan perbuatan kekerasan lainnya.
Keadaan seperti itu cenderung menimbulkan
masalah-masalah baru yang menyangkut: (a) masalah persediaan ruang yang semakin
terbatas terutama masalah permukiman untuk golongan ekonomi lemah dan masalah
penyediaan lapangan pekerjaan di daerah perkotaan sebagai salah satu faktor
penyebab timbulnya perilaku menyimpang, (b) masalah adanya kekaburan norma pada
masyarakat migran di perkotaan dan adaptasi penduduk desa di kota, (c) masalah
perilaku menyimpang sebagai akibat dari adanya kekaburan atau ketiadaan norma
pada masyarakat migran di perkotaan. Disamping itu juga pesatnya pertumbuhan
penduduk kota dan lapangan pekerjaan di wilayah perkotaan mengakibatkan semakin
banyaknya pertumbuhan pemukiman-pemukiman kumuh yang menyertainya dan menghiasi
areal perkotaan tanpa penataan yang berarti.
Masalah yang terjadi akibat adanya permukiman kumuh
ini, khususnya dikota-kota besar diantaranya wajah perkotaan menjadi memburuk
dan kotor, planologi penertiban bangunan sukar dijalankan, banjir, penyakit
menular dan kebakaran sering melanda permukiman ini. Disisi lain bahwa
kehidupan penghuninya terus merosot baik kesehatannya, maupun sosial kehidupan
mereka yang terus terhimpit jauh dibawah garis kemiskinan (Sri Soewasti
Susanto, 1974)
Secara umum permasalahan yang sering terjadi di daerah
permukiman kumuh adalah:
- ukuran
bangunan yang sangat sempit, tidak memenuhi standard untuk bangunan layak
huni
- rumah yang berhimpitan satu sama lain membuat wilayah permukiman rawan
akan bahaya kebakaran
- sarana jalan yang sempit dan tidak memadai
- tidak
tersedianya jaringan drainase
- kurangnya
suplai air bersih
- jaringan
listrik yang semrawut
- fasilitas
MCK yang tidak memadai
4. Upaya
Mengatasi Permukiman Kumuh
Kemiskinan merupakan salah satu penyebab timbulnya pemukiman kumuh di
kawasan perkotaan. Pada dasarnya kemiskinan dapat ditanggulangi dengan adanya
pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan pemerataan, peningkatan lapangan pekerjaan
dan pendapatan kelompok miskin serta peningkatan pelayanan dasar bagi kelompok
miskin dan pengembangan institusi penanggulangan kemiskinan. Peningkatan
pelayanan dasar ini dapat diwujudkan dengan peningkatan air bersih, sanitasi,
penyediaan serta usaha perbaikan perumahan dan lingkungan pemukiman pada
umumnya.
Cara Mengatasi Permukiman Kumuh:
1. Program
Perbaikan Kampung, yang ditujukan untuk memperbaiki kondisi kesehatan
lingkungan dan sarana lingkungan yang ada.
2. Program uji
coba peremajaan lingkungan kumuh, yang dilakukan dengan membongkar lingkungan
kumuh dan perumahan kumuh yang ada serta menggantinya dengan rumah susun yang
memenuhi syarat.